Bacaan: Yohanes 8:7
Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Melalui peristiwa seorang perempuan yang berzinah, Yesus mengajarkan banyak hal kepada orang banyak teristimewa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.
Dibanding tiga golongan lain yaitu Saduki, Esenes, dan Zelot, orang-orang Farisi dan ahli Taurat tampaknya paling sering menguji untuk dapat menemukan kesalahan Yesus sehingga punya alasan untuk menghukum atau mempersalahkan Dia. Bahkan mereka sangat ingin membunuh-Nya.
Tetapi, bukannya mendapat kesalahan Yesus, mereka malah mendapatkan pelajaran-pelajaran yang mengguncang paradigma mereka. Terlepas dari menerimanya atau tidak, pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan menghasilkan jawaban atau pernyataan yang tepat 100%. Benar, membungkam dan tidak terbantahkan.
Mari perhatikan apakah pelajaran yang sedang Ia sampaikan kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat pada saat itu:
1. Jangan menghakimi
Penghakiman adalah milik atau hak Tuhan bukan manusia. Ini tidak berarti bahwa manusia tidak dapat menyatakan kesalahan sesamanya. Bedanya dengan menghakimi, menyatakan kesalahan adalah mengarahkan orang lain kepada pertobatan atau perubahan yang lebih baik secara rohani.
2. Jangan self righteous
Yesus mengajarkan tentang introspeksi, kesadaran penuh terhadap keadaan atau keberadaan diri yang berdosa. Orang-orang Kristen sesungguhnya adalah orang-orang yang berdosa yang saling membantu, menolong, membangun atau menguatkan satu sama lain. Bukan menyalahkan atau mempersalahkan apalagi menghakimi.
3. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri
Dengan meminta orang yang tidak berdosa yang pertama kali melemparkan batu, berarti Yesus sedang mengajarkan salah satu intisari Kitab Suci yaitu “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
4. Yesus berorientasi kepada solusi yaitu pertobatan
Seperti yang disebutkan di kitab-kitab Injil, Yesus begitu berbeda dibanding pengajar-pengajar Israel. Ia tidak mencontohi, mengutip apalagi mengimitasi para imam, orang Farisi atau ahli Taurat. Sebaliknya, Ia berkata-kata dengan penuh kuasa dan otoritas. Ia menyebut kata-kata-Nya sebagai “Firman-Ku”. Menyebut Allah dengan “Bapa”.
Mengenai perempuan yang berbuat dosa tersebut, ia adalah Maria Magdalena*). Ia juga yang membasuh kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Ia pula yang meminyaki Yesus di Betania. Dan sangat mungkin semua itu ia lakukan sebagai ungkapan perasaan yang berhutang kepada Yesus karena ia pernah hampir dihukum mati. Waktu itu, orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat dan orang banyak siap merajamnya dengan batu. Tentu saja perempuan itu merasa ketakutan. Pastilah ia berpikir: tamatlah riwayatku. Bayangan-bayangan yang mengerikan sudah ada dibenaknya. Batu. Darah. Sakit. Perih dan Mati.
Tidak heran ia menjadi wanita yang banyak berbuat kasih karena ia merasa sangat beruntung. Lebih dari selamat terhadap rajaman batu, ia selamat secara rohani. Perempuan yang berdosa itu telah bertobat dan mendapat pengampunan dosa.
*)Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Maria_Magdalena
Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Melalui peristiwa seorang perempuan yang berzinah, Yesus mengajarkan banyak hal kepada orang banyak teristimewa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.
Dibanding tiga golongan lain yaitu Saduki, Esenes, dan Zelot, orang-orang Farisi dan ahli Taurat tampaknya paling sering menguji untuk dapat menemukan kesalahan Yesus sehingga punya alasan untuk menghukum atau mempersalahkan Dia. Bahkan mereka sangat ingin membunuh-Nya.
Tetapi, bukannya mendapat kesalahan Yesus, mereka malah mendapatkan pelajaran-pelajaran yang mengguncang paradigma mereka. Terlepas dari menerimanya atau tidak, pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan menghasilkan jawaban atau pernyataan yang tepat 100%. Benar, membungkam dan tidak terbantahkan.
Mari perhatikan apakah pelajaran yang sedang Ia sampaikan kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat pada saat itu:
1. Jangan menghakimi
Penghakiman adalah milik atau hak Tuhan bukan manusia. Ini tidak berarti bahwa manusia tidak dapat menyatakan kesalahan sesamanya. Bedanya dengan menghakimi, menyatakan kesalahan adalah mengarahkan orang lain kepada pertobatan atau perubahan yang lebih baik secara rohani.
2. Jangan self righteous
Yesus mengajarkan tentang introspeksi, kesadaran penuh terhadap keadaan atau keberadaan diri yang berdosa. Orang-orang Kristen sesungguhnya adalah orang-orang yang berdosa yang saling membantu, menolong, membangun atau menguatkan satu sama lain. Bukan menyalahkan atau mempersalahkan apalagi menghakimi.
3. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri
Dengan meminta orang yang tidak berdosa yang pertama kali melemparkan batu, berarti Yesus sedang mengajarkan salah satu intisari Kitab Suci yaitu “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
4. Yesus berorientasi kepada solusi yaitu pertobatan
5. Yesus mengajarkan tentang kesempatan kedua dan pengampunan
Seperti yang disebutkan di kitab-kitab Injil, Yesus begitu berbeda dibanding pengajar-pengajar Israel. Ia tidak mencontohi, mengutip apalagi mengimitasi para imam, orang Farisi atau ahli Taurat. Sebaliknya, Ia berkata-kata dengan penuh kuasa dan otoritas. Ia menyebut kata-kata-Nya sebagai “Firman-Ku”. Menyebut Allah dengan “Bapa”.
Mengenai perempuan yang berbuat dosa tersebut, ia adalah Maria Magdalena*). Ia juga yang membasuh kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Ia pula yang meminyaki Yesus di Betania. Dan sangat mungkin semua itu ia lakukan sebagai ungkapan perasaan yang berhutang kepada Yesus karena ia pernah hampir dihukum mati. Waktu itu, orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat dan orang banyak siap merajamnya dengan batu. Tentu saja perempuan itu merasa ketakutan. Pastilah ia berpikir: tamatlah riwayatku. Bayangan-bayangan yang mengerikan sudah ada dibenaknya. Batu. Darah. Sakit. Perih dan Mati.
Tidak heran ia menjadi wanita yang banyak berbuat kasih karena ia merasa sangat beruntung. Lebih dari selamat terhadap rajaman batu, ia selamat secara rohani. Perempuan yang berdosa itu telah bertobat dan mendapat pengampunan dosa.
*)Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Maria_Magdalena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar