Jumat, 31 Juli 2009

MUJIZAT PENCIPTAAN

Percayakah Anda bahwa sesungguhnya hidup ini tidak sepenuhnya rasional dan juga tidak sepenuhnya ilmiah? Mengapa saya nyatakan demikian? Saya tidak mencoba menyatakan bahwa hidup ini adalah irasional. Tetapi, cobalah menjawab pertanyaan ini. Dapatkah Anda menjelaskan bagaimana alam semesta dan segala sesuatunya ada seperti sekarang ini? Tanpa informasi dari Alkitab, tentunya Anda tidak dapat menjelaskan apa-apa bukan? Scientist yang manapun tidak akan dan tidak akan pernah mengetahui dan menjelaskan proses penciptaan. Karena proses penciptaan sesungguhnya adalah kekuatan Allah, kuasa dan mujizat Allah. Sesuatu yang supranatural dan super rasional. Ia tidak dapat dijelaskan secara rasio atau pun ilmiah karena ia mengatasi pikiran dan kemampuan manusia.

Manusia dapat menerimanya, dapat pula tidak menerimanya sesuai keputusan pribadi masing-masing. Jika seseorang menerimanya, itu berarti bahwa ia percaya kepada kuasa, mujizat dan kemampuan Tuhan yang tidak terbatas. Jika orang tersebut tidak percaya, itu berarti bahwa ia ragu, curiga, anti atau mungkin menganggap Alkitab sebagai dusta dan omong kosong belaka.

Bagi saya pribadi, penciptaan adalah kekuatan kuasa Allah, mujizat Allah. Hidup ini tidak terlepas dari kekuatan kuasa dan mujizat-Nya. Mujizat pertama yang dilakukan Allah bukanlah 10 tulah terhadap bangsa Mesir melainkan penciptaan langit bumi dan segala isinya. Ia menciptakannya dalam kurun waktu enam hari saja. Dari yang tidak ada menjadi ada.

Sebagian orang Kristen ragu bahkan tidak memercayai ini. Sehingga, timbul upaya-upaya merasionalisasikan secara ekstrim pernyataan-pernyataan Alkitab yang sangat sederhana dan jelas ini. Ada yang menyatakan bahwa enam hari penciptaan bukanlah enam hari yang singkat melainkan yang sangat panjang dan lama. Dengan kata lain, enam hari yang dimaksud oleh Kitab Kejadian bukanlah seperti yang sedang berlaku pada umumnya di masa kini. Sebagian pendapat menyatakan bahwa enam hari yang dimaksud adalah enam ribu tahun dengan mengacu atau merujuk ke surat 2 Petrus yang menyatakan bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari. Padahal, konteks dari pernyataan rasul Petrus tersebut adalah bahwa “Tuhan sabar terhadap manusia”.

Saya mencermati bahwa rasionalisme atau pemelintiran terhadap pernyataan Alkitab tentang penciptaan yang sangat jelas dan sederhana menunjukkan keraguan, ketidakpercayaan, atau penolakan terhadap Tuhan sebagai Yang Maha Kuasa atau yang omnipotent. Sebaliknya, sikap percaya terhadap apa adanya tulisan atau pernyataan Alkitab di lembar pertama Kitab Kejadian tersebut merupakan graduation mark terhadap preliminary test menuju pintu masuk ke ‘gudang’ kebenaran Allah yang kaya dan melimpah. Seperti yang disebutkan Kitab Ibrani pasal 11 ayat 1 bahwa “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”

Dengan kata lain, sejak awal, Alkitab sudah menyuguhkan ujian atau test terhadap pembacanya, apakah mereka percaya bahwa Allah adalah pencipta langit bumi dan segala isinya yang diselesaikan hanya dalam tempo enam hari saja. Jika percaya, maka mereka akan melihat dan menyaksikan kebenaran-kebenaran yang jauh lebih banyak lagi seperti yang pernah disampaikan oleh Yesus kepada Natanael (band. Yoh 1:49-51). Jika tidak, maka mereka tidak akan pernah mengerti. Mereka akan tersesat bahkan terjebak dan terperangkap di dalam agama yang salah atau yang palsu.

Bagi saya, tidak ada halangan atau hambatan untuk memercayai pernyataan yang jelas dan sederhana ini. Mengapa? Karena Allah adalah Maha Kuasa. Tidak ada yang mustahil bahkan segala sesuatu sangat amat mudah bagi-Nya termasuk menciptakan langit dan bumi dan segala isinya hanya dalam tempo enam hari saja. Di tambah lagi bahwa Ia tidak dengan susah payah mengerjakannya melainkan hanya dengan ber-firman maka segala sesuatunya pun jadi, dari yang tidak ada menjadi ada.

Seperti halnya mujizat-mujizat yang pernah dilakukan oleh Yesus, rasul-rasul atau para nabi, penciptaan tidak dapat dijelaskan secara science atau ilmiah. Manusia dapat mengadakan studi ilmiah tentang alam semesta dan ciptaan-Nya tetapi tidak tentang penciptaan, bagaimana prosesnya dan mengapa hal itu bisa terjadi. Manusia di zaman Yesus dapat menyaksikan mujizat yang terjadi yaitu air berubah menjadi anggur, orang sakit disembuhkan, orang lumpuh jadi bisa berjalan, orang buta dicelikkan, orang bisu jadi dapat mendengar, orang mati dibangkitkan, angin topan dan ombak badai diredakan dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan Yesus dalam waktu yang sangat singkat dan sangat mudah. Cukup dengan mengatakan “tahirlah!”, “berjalanlah!”, “bangkitlah!”, dan lain sebagainya. Persis seperti Tuhan di Kitab Kejadian yang melakukan mujizat penciptaan yang cukup dengan hanya berfirman.

Jadi, secara prinsip, mujizat tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, detil dan rinci tentang bagaimana prosesnya dan mengapa hal itu bisa terjadi karena proses atau perubahannya pun terjadi dengan sangat cepat dan singkat. Tetapi, manusia dapat menyaksikan orang yang mengalami mujizat tersebut, memeriksanya dan membuktikannya. Demikian pula halnya dengan penciptaan, manusia patut bersyukur, kagum dan memuji Tuhan karena dibantu untuk mengerti dengan mudah, jelas dan sederhana. Tuhan menciptakan langit, bumi dan segala isinya dalam waktu enam hari. Tidak akan ada riset atau penelitian yang menghasilkan yang lain selain kebenaran bahwa Allah adalah pencipta, langit dan bumi adalah ciptaan, dan penciptaan adalah mujizat.

Manusia tidak akan pernah mampu menemukan ‘misteri’ ini. Cukuplah mereka bangga terhadap penemuan bahwa alam semesta terdiri dari ruang, massa, waktu, energy, dan aksi. Dan lagi-lagi, sesungguhnya Alkitab pun sudah menyebutkannya dengan jelas dan sederhana bahkan di halaman pertama kitab-Nya. Perhatikanlah ayat pertama Kitab Kejadian berikut ini:

Pada mulanya (waktu), Allah (energy) menciptakan (aksi) langit (ruang) dan bumi (massa).

Dari sini dapat kita tarik 5 kesimpulan penting yaitu:
1. Manusia patut menyadari batasan antara Science dan Theology.
2. Science mengadakan study terhadap ciptaan sedangkan Theology adalah penyataan Allah sebagai Sang Pencipta.
3. Manusia patut menerima bahwa Science yang benar akan tunduk terhadap Theology yang benar pula. Sebaliknya, yang merendahkan atau meremehkan Alkitab adalah Science yang palsu.
4. Science dan Theology disediakan Allah demi kebaikan manusia bagi kemuliaan Allah.
5. Dasar penggalian atau penemuan-penemuan Science adalah rasio sedangkan Theology adalah iman atau super rasio.

Melalui pelajaran tentang penciptaan ini, manusia dapat mengambil pelajaran tentang siapa dirinya di hadapan Tuhan. Dengan demikian tidak menjadi sombong, angkuh, tidak tahu diri atau kurang ajar terhadap Tuhan. Selain itu, manusia juga patut takut kepada-Nya dan memuliakan Dia. Percaya dan bersandar kepada kekuatan kuasa-Nya.

Bacalah dan perhatikanlah tulisan di Kitab Ayub 38. Berulangkali Tuhan bertanya kepada Ayub “bisakah dia”, “mampukah dia”, “sanggupkah dia” menjangkau atau mengimbangi Tuhan? Ayub menjawab dengan tepat, bijak dan rendah hati “tidak bisa”.

38:4 Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!
38:5 Siapakah yang telah menetapkan ukurannya? Bukankah engkau mengetahuinya? -- Atau siapakah yang telah merentangkan tali pengukur padanya?
38:6 Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya
38:7 pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai?
38:8 Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim? --
38:9 ketika Aku membuat awan menjadi pakaiannya dan kekelaman menjadi kain bedungnya;
38:10 ketika Aku menetapkan batasnya, dan memasang palang dan pintu;
38:11 ketika Aku berfirman: Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan!
38:12 Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dinihari atau fajar kautunjukkan tempatnya
38:13 untuk memegang ujung-ujung bumi, sehingga orang-orang fasik dikebaskan dari padanya?
…(dan seterusnya)





Copyright (c) 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Senin, 27 Juli 2009

APAKAH TUHAN ADA GUNANYA?

Sebagian orang menanggapi pertanyaan ini dengan yakin, “of course, sangat ada gunanya” atau “of course, nggak perlu ditanya”, atau jawaban-jawaban dengan nada serupa. Tetapi, ada pula orang yang menjawab “tidak ada gunanya”, “tidak tahu”, “tidak mengerti” atau “ada gunanya, kadang kala”.

Bicara tentang ada guna atau tidaknya sesuatu atau seseorang di dalam hidup kita, biasanya sangat berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kita. Baik itu kebutuhan jasmani, rohani, mental ataupun sosial. Apakah ia memenuhi setidaknya satu dari antara kebutuhan-kebutuhan tersebut. Jika ya, maka kita menganggap atau menilainya sebagai sesuatu atau seseorang yang berguna. Sebaliknya jika tidak, maka kita menganggapnya tidak berguna.

Orang-orang atheis, atau yang tidak percaya tentang adanya Tuhan tentu saja menilai bahwa Tuhan tidak ada gunanya karena mereka percaya bahwa Ia tidak ada. Dengan demikian, ia tidak punya andil, tidak campur tangan atau sangkut paut di dalam kehidupannya. Bagi mereka, kehidupan adalah upaya, kekuatan dan kemampuan diri sendiri.

Orang Kristen yang “setengah percaya” atau “percaya-nggak percaya” terhadap Tuhan akan mencerminkannya di dalam sikap dan tindakan sehari-hari. Orang yang demikian biasanya tidak sungguh-sungguh atau acuh tak acuh terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan Tuhan atau kekristenan. Mereka mungkin mengakui Tuhan dalam hal atau waktu tertentu saja. Bagi orang Kristen semacam itu, Tuhan tidak mutlak, tidak absolut, atau tidak definitif, sebaliknya relatif dan dapat dirasionalisasikan semaunya, meski terkadang, mereka tidak mengakuinya secara jelas atau terang-terangan. Ada pula orang Kristen yang tidak menyadari bahwa sikap atau cara hidupnya mencerminkan “Tuhan tak ada gunanya” walau secara intelektual mereka mengatakan sebaliknya.

Baik, mari kita tinggalkan sejenak realitas yang ada di tengah kehidupan tentang penilaian atau anggapan orang tentang ada-tidaknya guna Tuhan di dalam kehidupan. Sekarang, mari temukan jawaban atas pertanyaan tadi “apakah Tuhan ada guna-Nya?”.

Alkitab tidak hanya menyatakan bahwa Tuhan ada gunanya, tetapi ia menyatakan bahwa Tuhan adalah mutlak dan utama bagi manusia. Mengapa demikian?

Karena manusia diciptakan untuk mengenal dan mengasihi Tuhan bukan yang lain. Anda mungkin bertanya, apa hubungannya dengan pertanyaan tadi “apakah Tuhan ada gunanya”? Begini, agar lebih mudah dimengerti, mari tanyakan sebaliknya, apakah manusia akan bahagia atau terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya tanpa Tuhan?

Sejarah manusia mengatakan bahwa harta benda, barang-barang tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia secara utuh atau penuh. Tidak jarang kita mendengar kisah ironis tentang orang kaya yang tidak dapat menikmati harta benda dan kekayaannya. Howard Hughes misalnya, yang meningal di dalam kesunyian dan kesepian di sebuah kamar pribadi, mengisolasi diri, dan ditinggal isteri. Bagaimana dengan popularitas? Sama saja. Itu pun tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia seutuhnya dan sepenuhnya. Tidak sedikit selebritis atau orang-orang terkenal mengalami depresi bahkan gangguan jiwa akibat ketenarannya. Anda tentu familiar dengan kisah-kisah selebritis ternama seperti Lady Diana, Michael Jackson, Elvis Presley, dan lain-lain. Mereka kadangkala harus menghindari sorotan public atau media masa bahkan sering pula menjadi gossip, menjadi bahan tertawaan atau olok-olok oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Demikian pula hal-hal yang lain seperti seks, karir, jabatan, pendidikan, teknologi, bahkan agama, tidak dapat memenuhi kebutuhan secara penuh dan utuh, jika manusia tidak mengenal Tuhan.

Secara kolektif, Alkitab pun mencatat bahwa kesuksesan bangsa semata tidak dapat memenuhi kekosongan atau kehampaan di dalam hidup orang-orangnya. Salah satu contoh adalah bangsa Yunani di abad pertama, yang mempunyai seni, budaya, dan intelektualitas yang tinggi. Di mata dunia, mereka adalah bangsa yang terpelajar, sangat terpandang, dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain.

Suatu kali, rasul Paulus mengunjungi Athena, ibukota negara tersebut, dan berbicara di ruang Aeropagus, ruang yang besar dan megah, tempat para filsuf dan orang-orang terpelajar mendengarkan pengetahuan terkini dan mendiskusikannya satu dengan yang lain. Paulus mencermati bahwa bangsa tersebut mengalami kekosongan dan kehampaan hidup meski tampaknya mempunyai banyak hal termasuk agama. Hal tersebut tampak ketika mereka membuat satu patung dari sekian banyak patung dan mengalamatkan makanan atau persembahan kepada Dewa Yang Tidak Dikenal (band. Kis 17:16-34). Sesuatu yang menunjukkan adanya kebutuhan atau kerinduan mengenal Allah yang benar , dan itu adalah tujuan hidup manusia yang sesungguhnya.

Sekarang, timbul pertanyaan, apakah artinya mengenal Allah? Ketika kita menyebutkan frase “mengenal Allah”, itu berarti:
1. Menjauhi kejahatan dan dosa. Baca dan perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:

Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. (1 Kor 5:1)

Kamu tahu, bahwa pada waktu kamu masih belum mengenal Allah, kamu tanpa berpikir ditarik kepada berhala-berhala yang bisu. (1 Kor 12:2)

Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi! Ada di antara kamu yang tidak mengenal Allah. Hal ini kukatakan, supaya kamu merasa malu. (1 Kor 15:34)

Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia (Efesus 4:17)

bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, (1 Tes 4:5)

2. Percaya kepada penyediaan Allah. Baca dan perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:

Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. (Mat 6:31-32)

Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3)


3. Mengutamakan atau memprioritaskan Tuhan. Baca dan perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Matius 6:33)

Dengan kata lain, mengenal Allah adalah dasar atau awal dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia, entah itu kebutuhan jasmani, rohani, mental dan sosial. Sebaliknya tanpa mengenal Allah, manusia hidup di dalam dosa, yang berdampak kepada moralitas, kepribadian, hubungan, mental, sosial dan spiritual. Tidak heran nabi Yeremia berkata:

“…janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut ini: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 9:23-24)



Copyright (c) 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Kamis, 23 Juli 2009

APAKAH TUHAN ITU ADA?

Pertanyaan ini bukan pertanyaan yang baru tetapi mungkin akan menjadi pertanyaan sepanjang masa. Sepanjang manusia hidup di dunia. Sepanjang ada keraguan atau kebimbangan tentang Tuhan, manusia akan tetap terus menanyakan hal ini. Mengapa demikian? Mungkin, karena manusia tidak melihat Tuhan. Tetapi pertanyaannya adalah apakah kalau manusia tidak melihat Tuhan itu berarti bahwa Tuhan itu tidak ada? Apakah karena seseorang tidak melihat sesuatu maka sesuatu itu tidak ada? Tidak, bukan? Contohnya, saya tidak melihat Anda saat ini, apakah itu berarti bahwa Anda tidak ada? Alangkah tersinggungnya seseorang, jika hanya karena tidak dilihat ia disebut tidak eksis atau tidak hidup, padahal ia sedang berada di ruang lain atau kota yang lain. Benar, bahwa di suatu waktu atau mungkin hingga saat ini, Anda tidak ada di depan mata saya tetapi itu tidak berarti bahwa Anda tidak ada, tidak eksis atau tidak hidup, bukan?

Saya percaya bahwa ada tidaknya Tuhan bukanlah hal yang sukar diterima oleh manusia. Tetapi yang paling sukar bagi manusia adalah menerima Tuhan yang sesungguhnya apa adanya. Alkitab jelas menggambarkan ini. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka bersembunyi. Artinya, mereka tidak menginginkan Tuhan, mereka ingin menjauh dan bersembunyi daripada-Nya. Ini adalah akibat dari dosa. Sikap atau respon semacam ini pun tetap masih berlaku hingga saat ini. Dengan kata lain, tidak ada manusia yang murni atheis atau yang percaya bahwa Tuhan itu tidak ada. Mereka hanya tidak menginginkan-Nya.

Sikap atau respon yang lain adalah dengan ‘menciptakan’ tuhan bagi diri sendiri. Caranya bisa dengan berandai-andai, berasumsi tentang tuhan, membuat patung, mengadakan ritual, upacara, mempersembahkan sesuatu termasuk manusia, atau semacamnya. Di zaman modern, sejumlah besar manusia telah meninggalkan ini tetapi beralih kepada kesalahan yang serupa. Meskipun tidak menyembah patung, mengadakan ritual, atau upacara yang terkesan mistis, manusia menyembah tuhan yang lain, yang ia puji, yang ia agung-kan atau andalkan dan yang ia prioritaskan. Apakah itu? Bisa apa saja termasuk diri sendiri, karir, pekerjaan, hobby, atau apa saja yang disadari atau tidak, sudah mengambil posisi Tuhan di dalam hidupnya.

Mencari Tuhan melalui jalur-jalur yang lain yang tidak ditentukan atau ditetapkan Tuhan akan mengakibatkan manusia tidak akan pernah dapat menggapai, meraih atau menemukan-Nya. Artinya, manusia sendiri tidak akan pernah berhasil dalam upaya dan pencariannya terhadap Tuhan. Jika manusia tidak mengikuti jalur yang Tuhan telah tentukan atau tetapkan, maka manusia tidak akan pernah sampai, bahkan tentu saja mereka akan tersesat.

Apakah maksud saya? Secara historis, manusia sudah mengadakan upaya-upaya menjawab pertanyaan ini. Dari bidang atau jalur psikology, Sigmund Freud akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa tuhan itu hanyalah ciptaan manusia. Itu hanya pikiran manusia saja. Mereka takut akan banyak hal dan butuh kekuatan yang lebih besar sehingga mereka ‘mengadakan’ atau ‘menciptakan’ tuhan di dalam pikirannya. Sedang dari bidang science atau ilmu pengetahuan alam, Albert Einstein hanya sampai kepada kesimpulan bahwa ada kekuatan besar (massive power) atau energy kosmis yang ada di balik alam semesta. Sesuatu yang mengarah kepada tuhan tetapi tidak disebutkannya. Dari bidang ilmu yang lain seperti filsafat, hasilnya pun tampak serupa - tidak final, tidak komprehensif, tidak detil dan tidak spesifik.

Secara logis, eksistensi tentang ada tidaknya Tuhan itu sangat tidak terbantahkan. Alam semesta menjadi saksi. Tidak mungkin ia ada kalau tidak ada yang menciptakan. Intelektual manusia adalah bukti. Tidak mungkin ia ada jika tidak ada pribadi yang intelektual pula. Seni, keteraturan, moralitas tidak mungkin ada tanpa ada sumber, asal usul atau pribadi yang ada di balik semuanya itu.

Baik, anggap saja bahwa Anda dan saya sudah sepakat bahwa Tuhan itu sungguh ada. Pertanyaannya, seperti apakah Tuhan itu? Seperti yang sudah disimpulkan sebelumnya bahwa bidang ilmu, jalur-jalur lain termasuk pria jenius seperti Albert Einsten tidak dapat menjelaskannya. Ia hanya menyatakan bahwa orang yang tidak percaya terhadap energy kosmis, massive power, kekuatan atau kebesaran di balik alam semesta adalah orang yang bodoh. Artinya, kejeniusan Einstein hanya sampai pada kesimpulan bahwa ‘Tuhan’ itu ada tetapi bukan “seperti apa Tuhan itu”. Dengan kata lain, pengenalan akan Tuhan bukanlah soal atau karena human genius. Alkitab pun menyatakan ini jelas dan eksplisit bahwa Tuhan lah yang menyatakan diri-Nya bukan kemampuan manusia.

Alkitab menginformasikan segalanya dengan final, komprehensif, detil dan spesifik. Ia tidak hanya menginformasikan bahwa Tuhan itu ada, tetapi ia menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan langit dan bumi dan segala isinya termasuk manusia. Ia mengatur, menetapkan, menentukan letak, batas, hukum-hukum sciencetime, matter and space. Ia menginformasikan tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa dan tentang iblis si bapa segala dusta. Dan semua ini masih nyata dan relevan hingga saat ini. Eksistensi dosa sangat jelas, nyata dan kelihatan. Manusia tak dapat memungkirinya.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah Alkitab dapat dipercaya sebagai sumber informasi tentang Tuhan? Berikut ini adalah sejumlah hal penting yang dapat dijadikan bahan bagi kesimpulan Anda dan saya nantinya:
Ditinjau dari komunikasinya, Allah menyatakan diri-Nya secara audible, visual, lisan dan tulisan melalui para nabi dan para rasul. Mereka mendapatkannya langsung dari Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa mereka tidak mengarang atau mengada-ngada tetapi oleh dorongan Roh Kudus (2 Pet 1:20-21).

Ditinjau dari personil atau sumber daya-Nya, Allah memilih dan menggunakan nabi dan para rasul yang jujur dan penuh integritas. Sebaliknya, yang tidak jujur atau tidak punya integritas bukan saja tidak dipakai tetapi mati. Contohnya: Yudas Iskariot, Ananias dan Safira, dan lain-lain. Artinya, Tuhan tahu orang-orang-Nya. Ia tahu isi hati dan pikiran mereka sehingga dengan demikian Ia dapat melindungi dan menjaga alkitab dari kesalahan. Alkitab menyebutkan bahwa bapa segala dusta adalah iblis, sedang Tuhan adalah terang, benar dan kudus. Ia tak kan pernah berdusta dan Ia adalah immutable (tak pernah berubah). Ia tetap kudus, kudus, kudus (band. Yes 6:3).

Ditinjau dari ilmu kesehatan, alkitab mengungkapkan rahasia-rahasia kesehatan yang tidak diketahui oleh manusia sebelumnya. Salah satunya adalah sterilisasi yaitu antisipasi terhadap sakit dan kematian yang ditimbulkan akibat bakteri, kuman atau bibit penyakit di lingkungan sekitar manusia.

Ditinjau dari science, alkitab mengungkapkan fakta-fakta dari ilmu pengetahuan alam. Jauh sebelum manusia tahu bahwa bumi itu bundar, alkitab sudah menyatakannya. Alkitab juga sudah menyebutkan tentang flow air, uap, embun dan lain-lain.

Ditinjau dari ilmu sosial dan hubungan antar manusia, alkitab mengungkapkan rahasia atau prinsip-prinsip hubungan termasuk pernikahan, parenting, karakter, dan kepribadian. Secara umum, Alkitab menyatakan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Dalam hubungan yang lebih spesifik seperti pernikahan, alkitab menasihatkan supaya isteri menghormati suami dan suami mengasihi isteri. Dari sana diperoleh informasi bahwa pria butuh hormat dari isteri, dan isteri butuh kasih sayang dari suami. Dalam hubungan dengan anak, alkitab menasihatkan agar ayah atau ibu jangan menimbulkan kepahitan di dalam hati anak karena dapat menganggu pertumbuhan emosi dan jiwanya. Dan ini terbukti benar secara psikologi.

Ditinjau dari ilmu komunikasi, alkitab mengungkapkan tentang sejarah atau latarbelakang mengapa manusia mempunyai banyak bahasa-bahasa di dunia yaitu setelah peristiwa Menara Babel.

Bukti yang terakhir adalah Yesus. Ia mengkonfirmasi dan meneguhkan alkitab sebagai satu-satunya sumber yang terpercaya tentang Tuhan. Ia menjawab semua orang termasuk murid-murid-Nya, orang-orang Farisi, orang-orang Saduki, bahkan setan pun dijawab-Nya dengan alkitab. Kedatangan-Nya, kelahiran-Nya, hidup, mati, dan kebangkitan-Nya pun dinyatakan oleh alkitab. Alkitab menginformasikan tentang Dia dan Dia meneguhkannya.

Jadi, apakah Tuhan itu ada? Ada, yaitu Tuhan yang di-informasikan oleh alkitab.



Copyright (c) 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Sabtu, 18 Juli 2009

DI MANA TUHAN SAAT BOM MELEDAK?

Rata PenuhOrang Kristen semestinya sudah punya pandangan atau perspektif yang jelas dalam menanggapi setiap peristiwa atau permasalahan di dalam atau di tengah kehidupannya. Termasuk peristiwa yang menyayat dan mengiris hati yang saat ini sedang hangat dibicarakan di tengah masyarakat Indonesia yaitu ledakan 2 (dua) bom di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada hari Jumat, 17 Juli 2009, pukul 07.40 pagi.

Sebagai bangsa yang beragama pastilah ada terdapat di antara masyarakat yang bertanya di manakah Tuhan saat peristiwa itu terjadi? Apakah respon Tuhan? Apakah Ia punya kemampuan atau tidak mencegah semua itu? Jika tidak, masih pantaskah Ia menyandang sebutan Yang Maha Kuasa? Jika Ia mampu, mengapa Ia membiarkan kedua bom itu meledak? Apakah Tuhan adalah pribadi yang tidak tahu, tidak mampu, tidak peduli atau pribadi yang tega dan kejam?

Manusia mempunyai handicap atau keterbatasan di dalam menilai Tuhan. Keterbatasan di dalam banyak hal, yang tidak jarang mengakibatkan mereka terjebak dan terperangkap di dalam kesalahmengertian dan ketidakpercayaan. Salah satunya adalah keterbatasannya di dalam melihat dengan mata kepalanya, dan juga melihat dengan pikiran, intelektual atau intelijensinya. Karena keterbatasan tersebut manusia seringkali salah sehingga menjadi antipati, tidak percaya kepada Tuhan, mencoba menyetarakan atau menyamakan-Nya dengan manusia, dan akibatnya merasionalisasikan Tuhan secara ekstrim. Akibatnya lagi, disadari atau tidak, Tuhan tampak seperti Tuhan yang lemah dan tidak berdaya, bukan menjadi Tuhan yang sebenarnya yang sebagaimana mestinya.

Anda mungkin sudah tidak sabar menunggu jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan seputar dua bom yang meledak tadi. Baiklah, mari kita menjawab pertanyaan tadi satu per satu.

Pertanyaan pertama, di manakah Tuhan saat peristiwa itu terjadi?
Mari kita perjelas pertanyaan Anda. Apakah Tuhan ada di lokasi tempat peristiwa bom itu terjadi? Jawabannya adalah ADA. Ia ada bukan saja di lokasi tempat peristiwa bom itu terjadi tetapi Ia ada di mana-mana di setiap tempat dan setiap waktu. Ia ada di tempat Anda berada dan Ia pun ada di tempat saya berada. Ia adalah omnipresence. Bagaimana bisa? Saya menanyakan sebaliknya, mengapa tidak bisa? Tuhan adalah Roh dan Ia adalah Maha Besar. Artinya, kebesaran-Nya tidak dapat ditampung atau dibatasi oleh ruang apa pun di dunia termasuk tempat, ruang ibadah atau Bait Suci sekalipun. Tempat, ruang ibadah atau Bait Suci hanyalah lambang kehadiran-Nya tetapi bukan tempat Dia yang sesungguh-Nya.

Timbul pertanyaan, jika Tuhan ada di mana-mana di setiap tempat dan setiap waktu berarti Ia juga ada di tengah orang-orang yang jahat, yang biadab, yang sadis atau yang kurang ajar. Dalam kaitannya dengan moralitas, mengapa dan untuk apa Ia ada di sana? Bukankah Ia akan menjadi korup dan terpengaruh nantinya? Jawabannya adalah bahwa Tuhan ada di mana-mana secara esensi-Nya tetapi tidak secara relasi. Tuhan ada di tengah orang-orang jahat, orang-orang biadab, orang-orang sadis dan orang-orang yang kurang ajar tetapi secara relasional Tuhan jauh dari dosa dan orang-orang semacam tadi. Contohnya, Anda dapat membaca tulisan ini di mana-mana di berbagai tempat di setiap waktu tetapi tidak berarti Anda menyukai tulisan ini dan dekat secara relasi dengan saya sebagai penulisnya.

Hubungannya dengan Tuhan yang omnipresence berarti juga bahwa Ia tahu detik-detik peristiwa ledakan dua bom itu terjadi. Bahkan lebih dari itu, Ia tahu isi hati dan pikiran si peledak bom bahkan jumlah helai rambutnya, yang mana yang jatuh atau terputus akibat ledakan dan yang mana yang tidak, karena Tuhan adalah Tuhan Yang Maha Tahu. Ketika kita menyebut Tuhan Yang Maha Tahu itu juga berarti bahwa Ia tahu apa motif, rencana, mengapa, dan bagaimana si peledak bom melakukan aksinya termasuk ke mana ia setelah mati akibat bom yang diledakkannya sendiri.

Pertanyaan kedua, apakah respon Tuhan?
Saya tidak mencoba menjawab atas nama Tuhan seolah-olah saya adalah jurubicara-Nya. Respon yang nyata yang dapat dilihat jelas oleh setiap orang yang menyaksikan peristiwa peledakan dua bom tersebut adalah bahwa Tuhan mengizinkan peristiwa itu terjadi. Mengapa, untuk apa dan apa tujuan-Nya? Kita hanya mampu atau dapat menjawab pertanyaan ini demi kebaikan kita semata bukan untuk mengeluh, berbantah, menyalahkan Dia apalagi menyeret-Nya ke pengadilan. Karena siapakah yang dapat membantah Tuhan, menyalahkan Dia, menghakimi, mengadili-Nya, menentang atau pun menghukum Dia? Tidak ada. Tidak seorangpun.

Tuhan tidak takut kepada apa pun atau kepada siapapun. Ia tidak tunduk, patuh, setia atau mengabdi kepada siapa pun. Ia tidak butuh nasihat, saran, masukan atau pendapat siapapun di dunia ini. Ini tidak mengartikan bahwa Tuhan adalah sama seperti seorang manusia yang dictator, buruk, jahat, dan egois. Ia tidak dapat dibandingkan dengan siapapun atau apapun di dunia. Ia adalah incomprehensible. Ia adalah infinite, tidak terbatas. Hikmat-Nya, pikiran-Nya dan alasan-alasan-Nya. Dengan demikian, kita tidak dapat menjangkau atau mencapai-Nya kecuali hal-hal yang Ia berikan atau izinkan untuk kita mengerti secara rasio. Implikasinya, manusia hanya dapat pasrah, berserah dan percaya kepada Tuhan, kepada hikmat, kebijaksanaan, dan keputusan-Nya sebagai Tuhan. Ini semakin memperjelas atau mempertegas posisi Tuhan yang jauh tinggi mengatasi manusia.

Pertanyaan ketiga, apakah Ia punya kemampuan atau tidak mencegah semua itu? Jika tidak, masih pantaskah Ia menyandang sebutan Yang Maha Kuasa?
Singkat saja. Ia mampu mencegah ledakan dua bom itu. Ia mampu mencegah apa pun. Dan tentu saja, Ia pantas menyandang sebutan Yang Maha Kuasa.

Pertanyaan ke-empat, jika Tuhan mampu, mengapa Ia membiarkan kedua bom itu meledak?
Pertanyaan ini berkaitan dengan pertanyaan ke-dua. Tetapi lebih jelas lagi, jawabannya adalah bahwa Tuhan itu baik. Kebaikan-Nya tidak terbatas. Anda mungkin bertanya di dalam hati kebaikan macam apa yang membiarkan korban, luka, derita bahkan kematian? Saya ulangi sekali lagi bahwa Tuhan adalah Tuhan yang incomprehensible. Terlepas dari jatuhnya korban, luka, derita, kematian atau apapun yang mengganjal secara emosional atau sentimental, Tuhan adalah Tuhan yang baik. Ia Maha Mengasihi. Secara emosi, saya pun merasakan sedih, marah, kesal dan kecewa terhadap otak, pelaku dan peristiwa ledakan dua bom tersebut. Tetapi saya sadar, bahwa saya adalah manusia yang terbatas emosi dan sentimentalitas. Apakah ini berarti bahwa Tuhan adalah Tuhan yang tidak berperasaan? Tidak. Tetapi, kasih Tuhan jauh melebihi atau mengatasi emosi dan sentimentalitas. Salah satu contoh serupa tertulis di Kitab Amsal yaitu “teguran yang nyata-nyata lebih baik dari kasih yang tersembunyi”. Contoh yang lain adalah “salib Yesus dan penderitaan-Nya” adalah kasih-Nya. Artinya, rasa sakit, emosi, sentimentalitas tidak berarti, atau tidak sedang mengartikan atau tidak akan membatasi apa yang Ia maksudkan sebagai kasih. Dan soal kematian tubuh atau jasmani, bukankah setiap manusia akan mengalaminya? Perbedaannya adalah waktu dan peristiwanya, kapan, bagaimana dan seperti apa itu akan terjadi. Tubuh atau jasmani akan mati. Ia adalah debu yang akan kembali kepada debu. Yang paling penting adalah jiwanya, ke mana kah manusia setelah kematiannya?

Pertanyaan ke-lima, apakah Tuhan adalah pribadi yang tidak tahu, tidak mampu, tidak peduli atau pribadi yang tega dan kejam?
Tidak. Tuhan adalah Tuhan Yang Maha Tahu. Maha Kuasa. Maha Baik. Maha Mengasihi. Tetapi Maha Kudus. Mengapa saya menyebutkan Maha Kudus dengan “tetapi”, karena atribut inilah yang biasanya tidak jelas dimengerti oleh manusia. Kekudusan Tuhan pun adalah tidak terbatas (infinite). Manusia tidak dapat mengerti sepenuhnya tentang kekudusan Allah yang tidak terbatas karena mereka adalah manusia yang berdosa. Kekudusan yang tidak terbatas inilah yang tampaknya tergambar melalui kemarahan-Nya terhadap dosa, penghakiman dan neraka. Seperti halnya manusia tidak dapat menjangkau atau mencapai atribut-atribut Allah lainnya, demikian pula terhadap kekudusan-Nya. Oleh karena itu, karena keterbatasan manusia, Tuhan menasihati dan memperingatkan manusia agar mereka takut kepada-Nya, percaya, berserah, bertobat, meninggalkan dosa-dosanya, rendah hati, sujud dan menyembah Dia. Karena Ia adalah TUHAN.

Mengenai si peledak bom, jika ia menganggap bahwa ia sedang mengadakan penghukuman terhadap manusia yang berdosa melalui tindakannya, itu adalah salah besar. Mengapa? Karena dalam konteks penghakiman atau penghukuman Tuhan, Dia lah yang pantas melakukannya karena Ia adalah Maha Kudus dan tidak berdosa sedang si peledak bom hanyalah manusia yang berdosa seperti Anda dan saya.



Copyright © 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Rabu, 15 Juli 2009

YAHUDI & GENTILES

Bacaan: Roma 2:25-29; 4:9-12

2:25 Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya.
2:26 Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat?
2:27 Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat.
2:28 Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah.
2:29 Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.


Pesan Yesus adalah “worldwide message” bukan pesan lokal. Simaklah apa yang Ia katakan kepada murid-murid-Nya sebelum terangkat ke sorga.

“…pergilah, dan jadikanlah semua bangsa menjadi murid-Ku…” (Mat 28:19)

Yesus menyebut “segala bangsa” bukan “hanya bangsa Yahudi” atau “bangsa Yahudi saja”. Tetapi pesan itu tidak sepenuhnya dimengerti dan diterima oleh para rasul. Di Kisah Para Rasul 10 – 11 terdapat kisah tentang rasul Petrus yang setelah sekian lama, baru pertama kali membaptis orang non-Yahudi yaitu Kornelius, seorang perwira pasukan Itali. Ia bergumul untuk menemuinya, mengajarkannya tentang Kitab Suci dan membaptisnya. Andai saja Petrus tidak melihat penglihatan dari Allah sebelumnya mungkin ia tidak akan melakukannya. Apalagi orang Yahudi sangat fanatik, sampai-sampai menginjakkan kaki di rumah orang non Yahudi saja mereka tidak boleh (band. Kis 10:28).

Selain pergaulan bangsa Yahudi yang tidak akrab dengan bangsa lain, terdapat 4 (empat) hal yang seringkali menimbulkan persoalan antara orang Kristen yang berbangsa Yahudi dan yang berbangsa non-Yahudi. Empat hal tersebut adalah hukum Taurat, sunat, makanan yang halal, dan tentang hari Sabat. Bangsa Yahudi termasuk para rasul mengalami kesulitan, bukan saja soal hubungan antara mereka tetapi juga bagaimana menangani atau menyesuaikan perbedaan-perbedaan ini. Apakah bangsa Yahudi harus meninggalkan hukum Taurat, sunat, makanan yang halal, dan hari Sabat? Atau, orang-orang non-Yahudi juga harus melakukan hukum Taurat, disunat, makan makanan yang halal dan menguduskan hari Sabat persis sama seperti yang mereka lakukan?

Sejarah mencatat bahwa Petrus mempunyai hubungan yang dekat dengan Jemaat di Roma. Padahal Jemaat itu tergolong sebagai Jemaat “Gentiles” atau non Yahudi meskipun di sana terdapat juga orang-orang Yahudi. Besar kemungkinannya, hubungan antara Petrus dan Jemaat di Roma diawali dengan perjumpaannya dengan Kornelius yang berkebangsaan Itali. Permasalahannya, mereka masih belum dapat menemukan jawaban atas perbedaan di antara mereka khususnya tentang hukum Taurat, tentang sunat, tentang makanan yang halal, dan tentang hari Sabat.

Jangankan orang-orang Kristen berbangsa Yahudi, rasul Petrus pun mengalami kebingungan sehingga ia bersikap seolah seperti orang yang bermuka dua. Ia makan sehidangan dengan orang-orang yang tidak bersunat tetapi ketika bertemu dengan Yakobus dan orang-orang yang bersunat, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka (band. Gal 2:11-14).

Itulah alasan atau latar belakang penulisan surat Paulus kepada Jemaat di Roma yaitu untuk menjelaskan dan mengkonfirmasikan bahwa keselamatan juga diberikan kepada bangsa-bangsa lain bukan saja kepada bangsa Yahudi. Soal hukum Taurat, sunat, makanan yang halal dan hari Sabat hanyalah bayangan, sedang wujudnya adalah Kristus (band. Kolose 2:17). Sehingga dengan demikian bangsa Yahudi juga tidak dapat menyombongkan diri hanya karena mereka adalah keturunan Abraham, yang pertama kali mengenal dan dipilih Allah.

Sekali lagi, pesan Yesus adalah “worldwide message” bukan pesan lokal. Dan orang-orang Kristen bukanlah sekte Yahudi tetapi Jemaat Allah dan Kerajaan Allah di bumi.

Tugas orang-orang Kristen di masa kini adalah untuk menjelaskan pesan-Nya, mengkomunikasikannya dan men-transformasikannya seluas-luasnya. Worldwide!

“…pergilah, dan jadikanlah semua bangsa menjadi murid Kristus…”

Anda mungkin pernah mendengar ilustrasi “Ayam Panggang Dalam Oven”. Saya akan menggunakannya untuk mendapat gambaran tentang keadaan bangsa Yahudi di zaman Paulus. Mungkin ilustrasi ini bukanlah ilustrasi yang sempurna, dan saya pun tidak berharap Anda lebih mengingatnya daripada Alkitab dan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Jika demikian izinkan saya menyampaikannya sebelum menjelaskan Roma 4:9-12.

Seorang gadis kecil menyaksikan ibunya memenggal leher seekor ayam panggang, memotong ekornya lalu memasukkannya ke dalam sebuah oven. Sang ibu menatap wajah gadis kecil itu dengan senyum lalu bertanya: ”Apa yang kau perhatikan, nak?” Sang anak bertanya: ”Ibu, mengapa ibu memenggal leher ayam itu dan memotong ekornya?” Sang ibu menjawab: ”Sejak dulu nenekmu melakukannya dan mengajarkannya seperti itu kepada ibu.” Singkat cerita, sang gadis kecil bertumbuh dewasa dan menjadi ibu dari seorang gadis kecil pula. Di dapur dengan aktifitas yang serupa, gadis kecilnya bertanya: ”Ibu, mengapa ibu memenggal leher ayam itu dan memotong ekornya? Bukankah bagian leher dan ekor ayam itu dapat dimakan dan dinikmati dagingnya?” Ibu gadis kecil itu menjawab: ”Entahlah nak, nenekmu melakukannya sejak dulu dan mengajarkannya kepada ibu. Dan menurut beliau, nenek moyang kita telah melakukannya sejak dulu.”

Waktu berjalan, generasi demi generasi dilahirkan hingga ditemukan peninggalan sejarah keluarga berupa tulisan atau catatan yang menyebutkan, bahwa pemenggalan leher ayam dan ekor disebabkan karena oven di masa itu sangat kecil, sehingga tidak dapat memuat ayam panggang dengan utuh masuk ke dalamnya. Maka sejak saat itu, keluarga gadis kecil tidak lagi memenggal leher dan memotong ekor ayam mengingat oven-oven di masa selanjutnya jauh lebih bagus dan besar ukurannya.

Dari ilustrasi “Ayam Panggang Dalam Oven” tadi dapat ditemukan 3 (tiga) kesalahan utama:
1. Sang ibu tidak tahu alasan, latar belakang atau dasar, mengapa memenggal leher ayam dan memotong ekornya.
2. Sang ibu tidak mencari tahu tetapi mengikuti kebiasaan ibunya dan mengajarkannya kepada anaknya.
3. Sang ibu melakukan tindakan yang sama di zaman yang berbeda dengan oven yang berbeda pula.

Demikian pula halnya dengan sejumlah besar bangsa Yahudi di zaman Paulus, mereka tidak tahu alasan, latar belakang atau dasar dari sunat dan hukum Taurat yang sesungguhnya yaitu iman. Bangsa itu tidak mencari tahu kebenaran tetapi hanya mengikuti kebiasaan leluhur atau nenek moyang mereka dan mengajarkannya turun temurun. Mereka tetap menerapkan sunat, hukum Taurat termasuk persembahan korban penghapusan dosa di zaman Perjanjian Baru di mana Kristus adalah kegenapan atau kesempurnaan dari hukum Taurat (band. Kol 2:16-17).

Padahal kebenaran itu bukan saja nyata melalui kisah Abraham tetapi juga secara eksplisit disebutkan di buku Perjanjian Lama, yaitu Habakuk 2:4b yang berbunyi demikian:

“… orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”

Orang Kristen di masa kini dapat mengambil pelajaran untuk tidak hanya mengikuti tindakan atau kebiasaan yang tidak berdasar atas iman Kristen atau firman Allah. Sekalipun tindakan atau kebiasaan itu dipandang agung atau sakral, orang Kristen tidak harus mengikutinya apalagi mengajarkannya turun temurun.

Jadi, …pergilah, dan jadikanlah semua bangsa menjadi murid Kristus bukan menjadi yang lain.



Copyright (c) 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Minggu, 12 Juli 2009

MENGAPA PAULUS MENANGIS?

Bacaan: Filipi 3:18

Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus.

Rasul Paulus biasanya menangis karena 3 (tiga) jenis alasan. Pertama, karena keterbebanannya terhadap jiwa-jiwa yang hilang. Ia sangat ingin memberitakan injil dan mengajar orang yang belum mendengar atau yang belum mengerti tentang Injil Kristus. Paulus merasa sangat berhutang terhadap mereka. Kedua, Ia menangis di dalam proses membimbing jemaat, pemimpin-pemimpinnya dan anggota-anggotanya. Baginya, membimbing jemaat atau orang-orang Kristen adalah seperti menjadi ibu dan ayah bagi mereka. Ibu menggambarkan perhatian, kepedulian dan perawatan. Sedangkan ayah menggambarkan teladan, kepemimpinan, otoritas dan tanggung-jawab (band. ! Tes 2:7-11). Tidak jarang pula Paulus menyebut dirinya sebagai hamba atau budak bagi Kristus (dalam bahasa asli Yunani doulos). Ketiga, Paulus menangis karena ulah pengajar dan ajaran-ajaran sesat yang seringkali ‘meracuni’ jemaat atau anggotanya.

Andaikan Paulus hidup di zaman sekarang apakah ia akan menangis? Sangat mungkin. Mengapa? Berikut ini adalah alasan-alasannya:
1. Bangsa atau penduduk yang tinggal di antara 10 dan 40 derajat utara equator, adalah terdiri dari non Kristen, Animist, Atheis, dan Yudaisme. Pemerintah-pemerintah tertentu di sana yang secara formal atau informal menentang kerja upaya atau pelayanan Kristen dalam berbagai bentuk.

2. Ditinjau dari estimasi jumlahnya pada tahun 2000, daerah atau wilayah tersebut terdiri dari 38 negara dengan populasi non Kristen sejumlah 1 Billion plus 847 Juta jiwa.

3. Selain itu, ada pula orang-orang yang jauh di pedalaman, yang terisolir dan belum terjangkau di setiap benua. Jumlah yang paling besar terdapat di Brazil yaitu 43 suku. Kedua di Papua New Guniea dan Irian Jaya dan yang ketiga terbesar adalah Peru.

Negara-negara yang terletak di antara derajat utara equator tersebut adalah: Afghanistan, Algeria, Bahrain, Bangladesh, Benin, Bhutan, Burkina Faso, Cambodia, Chad, China, Cyprus, Djibouti, Egypt, Eritrea, Ethiopia, Gambia, Gibraltar, Greece, Guinea, Guinea-Bissau, India, Iran, Iraq, Israel, Japan, Jordan, Korea, North; Korea, South, Kuwait, Laos, Lebanon, Libya, Macau, Mali, Malta, Mauritania, Morocco, Myanmar (Burma), Nepal, Niger, Oman, Pakistan, Philippines, Portugal, Qatar, Saudi Arabia, Senegal, Sudan, Syria, Taiwan, Tajikistan, Thailand, Tunisia, Turkey, Turkmenistan, United Arab Emirates, Vietnam, Western Sahara, Yemen.

Belum lagi membahas tentang kualitas dan tendensi pengajaran-pengajaran orang-orang Kristen di masa kini yang cenderung tidak alkitabiah bahkan duniawi, rasul Paulus sangat mungkin akan menangis sejadi-jadinya.

Paulus yakin dan percaya bahwa setiap manusia akan dihakimi tanpa kecuali. Tidak seorang pun yang dapat lolos dari penghakiman Tuhan. Mengapa? Karena semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (band. Roma 3:23). Hanya orang-orang yang mendengar Injil Kristus, yang percaya, taat dan setia kepada-Nya saja yang diselamatkan. Sebab mereka telah ditebus, dibayar, dan digantikan oleh penyaliban, kematian dan kebangkitan Kristus.

Terhadap orang-orang yang tidak tahu, yang tidak pernah mendengar Injil Kristus, yang belum atau tidak mengerti, Tuhan tentu mempunyai ‘mekanisme pengadilan-Nya’ sendiri. Jika manusia tahu bagaimana mengupayakan pengadilan yang seadil-adilnya terhadap sesamanya, apalagi Tuhan. Ia menyediakan hati nurani atau Taurat Musa sebagai dasar, acuan atau rujukan untuk dapat menentukan apakah seseorang berdosa atau tidak, bersalah atau tidak. Lagipula, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang dapat membantah atau menyanggah keputusan atau keinginan Tuhan kecuali diri-Nya sendiri (band. Yes 29:16; 45:9; 64:8; Yer 18:4; Roma 9:20-23). Karena Ia hanya terikat dengan ‘kualitas internal’ di dalam diri-Nya yaitu sifat-sifat, karakteristik dan atribut-atribut yang ada di dalam diri-Nya.

Mengenai selamat atau tidak selamat, sesungguhnya Anda dan saya, secara manusia, tidak patut menyebutnya atau mengklaimnya terhadap seorang pun. Anda dan saya tidak berhak menghakimi atau menyatakannya terhadap seseorang kecuali Tuhan. Tetapi, setiap orang Kristen semestinya atau tentunya akan mendasari pernyataan-peryataannya berdasarkan Kitab Suci yaitu Alkitab. Jika tidak, itu sama artinya “menolak Dia”.



RELATED LINKS:
1. http://en.wikipedia.org/wiki/10/40_Window
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Uncontacted_peoples


Copyright (c) 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Rabu, 08 Juli 2009

Menjawab CHRISTIAN SCIENTIST

Saya menemukan hal yang menarik tentang Christian Scientist dan tentang pemimpin dan pengajarnya yaitu Mary Ann Morse Baker. Setelah membaca sejarah ringkas tentang aliran tersebut, saya teringat tentang wanita-wanita di Alkitab. Tidak ada satu pun dari antara mereka yang mirip Mary Ann Morse Baker kecuali wanita-wanita yang dominan di jemaat Korintus dan nabiah-nabiah pembawa ajaran palsu.

Karakteristik wanita-wanita rohani di Alkitab seperti Ribka, Ester, Rut, atau Maria Magdalena adalah patuh, taat, setia, penurut, lemah lembut, dan bijaksana. Ada juga yang mempunyai karakter yang kuat seperti Deborah dan Priskila, tetapi mereka tidak mengindikasikan karakteristik yang tidak patuh, tidak mau bekerjasama atau super independent.

Berbeda halnya dengan Mary yang menikah sebanyak tiga kali, dan salah satunya yaitu yang kedua berakhir dengan perceraian. Sesuatu yang menandakan karakteristik Mary yang dominan dan kuat. Jika tidak demikian, tentulah ia tidak menjadi pembawa ajaran Christian Scientist dengan jumlah pengikut sebanyak 4000 orang di masa hidupnya.

Ajaran Mary yaitu Christian Scientist sangat diwarnai atau dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidupnya. Dimulai sejak anaknya yang menderita sakit, kemudian dirinya yang mendapat kesembuhan. Mary sangat kagum dan terpesona dengan kesembuhannya. Sesuatu yang sangat manusiawi. Tetapi, yang kemudian menjadi masalah, adalah Mary sepertinya terlalu senang dan gembira dengan pengalaman kesembuhan tersebut, hingga akhirnya melahirkan ajarannya yang baru yaitu Christian Scientist.

Secara umum dan gamblang, saya perhatikan bahwa Mary tidak mengartikan atau menginterpretasikan ayat-ayat Kitab Suci sebagaimana tertulis. Sebaliknya, ia mencoba menyesuaikan alkitab dengan ide atau pendapat pribadinya. Contohnya mengenai kesakitan, kematian, dosa, dan sakit-penyakit, Mary menyatakan semua itu hanyalah ilusi. Surga dan neraka pun bukanlah tempat yang nyata menurut pembawa ajaran Christian Science tersebut.

Padahal, Alkitab jelas menyatakan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa. Manusia akan mati karenanya, sebab, upah dosa adalah maut. Ada kematian tubuh jasmani, ada ‘kematian’ jiwa. Kematian tubuh atau jasmani dikenal dengan “from dust to dust”, dari debu kembali ke debu. Sedangkan kematian jiwa adalah kekal. Jiwa yang diselamatkan masuk ke dalam sorga, dan yang tidak diselamatkan ke dalam neraka.

Dosa, kejahatan, Iblis dan kematian adalah nyata. Kristus, TUHAN, dan Sorga juga adalah nyata. Iblis bapa segala dusta dan kejahatan menggoda manusia sehingga jatuh ke dalam dosa. Tuhan mengetahui dan menggunakannya demi tujuan dan rancangan-Nya sesuai dengan hikmat dan kebijaksanaan-Nya. Sejak saat itu, melalui kejadian tersebut, TUHAN menyatakan diri-Nya. Menyatakan kasih, kemurahan dan pengampunan-Nya melalui salib Kristus. Menyatakan kuasa-Nya melalui kedatangan Anak-Nya, mujizat-mujizat dan kebangkitan-Nya pada hari yang ketiga, dan menyatakan kekudusan, kemarahan dan keadilan-Nya melalui neraka. Melalui orang-orang dan bangsa pilihan-Nya, para nabi dan para rasul. Sehingga, melalui semua itu TUHAN semakin dinyatakan dan semakin dimuliakan.

Alkitab jelas menyatakan adanya dosa, adanya kematian, dan adanya kebangkitan. Semua nyata, bukan ilusi. Ada manusia yang akan masuk sorga dan ada yang masuk neraka. Ada yang selamat dan ada yang tidak selamat. Semua demi kemuliaan Allah. Manusia yang tidak mau bertobat dan tetap hidup di dalam dosa mengikuti jejak Iblis menuju neraka. Sedangkan, manusia yang bertobat, akan diselamatkan dan mendapat hidup baru. Ia adalah ciptaan yang baru dan warga Kerajaan Sorga.

Sekali lagi, Christian Scientist jelas sangat memaksakan ide dan pendapat pribadinya terhadap alkitab. Intepretasi Mary tampak sangat jauh melenceng dari tulisan-tulisan alkitab yang semestinya disampaikan dengan jelas dan mudah diartikan. Tetapi, tampaknya Mary tidak mau menerimanya karena mungkin ia menganggap bahwa ide atau pendapat pribadinya tampak lebih cemerlang, menarik, indah dan mengesankan. Pesan firman tidak lebih keras terdengar di hatinya ketimbang suara-suara pikirannya sendiri. Dan sangat mungkin Mary bukanlah pembaca alkitab yang baik dan teliti.

Rasul Paulus mengingatkan kita sebagai orang-orang Kristen hari ini termasuk Christian Scientist untuk tidak menganggap remeh atau men-downgrade pesan yang diilhamkan Allah (band. 1 Tes 5:20). Secara praktis berarti bahwa sebagai pendengar firman-Nya, menguji segala sesuatu apakah benar sesuai dengan pesan murni alkitab atau tidak, berpegang teguh dan melindungi “pesan atau ajaran yang benar”, dan menjauhkan diri dari segala kejahatan (lihat. 1 Tes 5:20-22). Sebagai pengajar, pengkhotbah atau pemberita firman-Nya, mengajarkan dan memberitakan kebenaran-Nya saja yaitu firman-Nya semata, bukan yang lain.

Christian Scientist patut dikasihi melalui pengajaran dan penjelasan alkitabiah dan doa.



Related Bible Verses:
Yesaya 29:16; Yesaya 45:9; Yesaya 64:8; Yeremia 18:4; Roma 9:20-23



Copyright (c) 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Senin, 06 Juli 2009

HOT ISSUES DI DUNIA KRISTEN (Bagian 3)

Orang-orang Kristen yang membaca surat-surat Paulus dan surat Yakobus, biasanya, pada awalnya, seolah menemukan satu perbedaan besar dari antara keduanya. Sesuatu yang mengundang tanda tanya sehingga terdorong untuk mempelajarinya, mendiskusikannya, mendebatkannya bahkan mungkin memilih salah satunya yaitu Paulus atau Yakobus.

Memang, sepertinya Paulus dan Yakobus mengajarkan hal yang berbeda di dalam surat-suratnya. Paulus mengajarkan bahwa keselamatan hanya dapat diperoleh dengan iman dan kasih karunia dari TUHAN, itu bukan hasil kerja atau pun usaha manusia. Sedangkan di dalam suratnya, rasul Yakobus menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong, yang mati dan tidak dapat menyelamatkan seseorang.

Dua pengajaran atau ide ini tampaknya sangat berbeda. Paulus tidak menyebutkan kerja, usaha atau perbuatan sebagai salah satu komponen di dalam keselamatan, bahkan ia menyatakannya sebagai sesuatu yang tidak berpengaruh atau berdampak terhadap keselamatan. Sangat berbeda dengan Yakobus yang menyebutkan “perbuatan” dan menekankannya sebagai sesuatu yang tidak dapat diabaikan atau dieliminasi. Pertanyaannya, apakah kedua ide atau pengajaran ini bertentangan atau tidak atau justru saling mendukung dan melengkapi satu sama lain?

Jika kedua pengajaran atau ide ini saling bertentangan maka orang-orang Kristen akan mempertanyakan kuasa, kebenaran dan keberlakuan Alkitab di dalam kehidupan mereka. Tetapi jika keduanya justru saling melengkapi dan mendukung satu sama lain, maka semakin nyatalah kuasa dan kebenaran firman Allah yang tertulis di dalam Alkitab.

Dua pengertian ini dapat disalahartikan oleh orang-orang Kristen dan realitasnya memang terdapat orang-orang yang memilih salah satunya yaitu Paulus atau Yakobus. Biasanya terdapat ciri atau tanda yang sangat jelas dan ekstrim dalam diri masing-masing kelompok. Orang-orang Kristen yang salah mengerti tentang iman dan kasih karunia yang dimaksud oleh Paulus biasanya beranggapan bahwa mereka tidak harus melakukan apa-apa sebagai orang yang diselamatkan bahkan lebih ekstrim lagi, mereka dapat melakukan apa saja sesuka hatinya termasuk melakukan dosa-dosa tanpa pertobatan. Sedangkan orang-orang Kristen yang salah mengerti tentang “perbuatan” yang dimaksud oleh Yakobus dapat menjadi pribadi yang terlalu bangga dengan diri sendiri, sombong, bahkan mungkin memuliakan diri sendiri karena apa yang telah ia perbuat atau lakukan. Ia menyangka bahwa perbuatan-perbuatan baiknya sedang dihitung, dikalkulasi dan diakumulasi seperti seseorang yang sedang mengumpulkan dan menyimpan uang di dalam tabungan atau deposito.

Padahal sesungguhnya, Paulus dan Yakobus tidak sedang berdebat atau saling menentang satu sama lain. Paulus tidak sedang merespon atau menanggapi Yakobus, demikian juga, Yakobus tidak sedang menyanggah Paulus. Keduanya dialamatkan kepada dua audiens dan dua isu yang berbeda. Paulus kepada orang-orang Yahudi yang cenderung legalis dan mengabaikan iman dan kasih karunia. Yakobus kepada orang-orang Kristen yang meng-klaim dirinya punya iman tetapi tidak menunjukkan tanda atau bukti iman, malah sebaliknya mencerminkan kesan atau reputasi yang buruk sehingga menjadi batu sandungan bagi yang lain.

Yang benar tentang keduanya adalah bahwa iman diperoleh melalui pendengaran terhadap firman Allah yaitu benih yang tidak fana yang ditaburkan di atas tanah yang baik yaitu hati yang terbuka. Selanjutnya, benih itu berakar, bertumbuh, dan berbuah di dalam diri seseorang yang tentunya akan tampak dan terbukti melalui perbuatan, sikap dan tingkah laku orang tersebut (band. Yesaya 55:11; Markus 4; Galatia 5; Roma 10; 1 Pet 1).

Paulus bicara tentang asal muasal keselamatan, Yakobus bicara tentang tanda atau bukti keselamatan. Orang-orang Kristen memang diselamatkan oleh iman dan kasih karunia, tetapi juga diselamatkan untuk taat, setia dan mengasihi Allah. Jadi, keduanya tidak bertentangan melainkan saling mendukung dan melengkapi satu sama lain.

Firman Allah sungguh luar biasa.



Copyright (c) 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Sabtu, 04 Juli 2009

HOT ISSUES DI DUNIA KRISTEN (Bagian 2)

Tidak sedikit orang Kristen yang sudah mengangkat isu “cloning” dan membahasnya, apakah upaya itu adalah dosa atau tidak. Seperti hal modern lainnya, Alkitab tidak bicara secara eksplisit tentang cloning tetapi mempunyai prinsip atau nilai yang dapat dijadikan dasar atau acuan.

Hal ini menurut saya justru semakin menunjukkan kedahsyatan Alkitab. Di satu sisi ia tidak membicarakan hal-hal tertentu secara eksplisit sehingga ia menjadi kitab yang sangat efisien. Di sisi lain, ia menyediakan ruang bagi manusia untuk menjadi kreatif tetapi juga secara moral punya tanggung jawab di hadapan Tuhan. Bayangkan jika ia harus membahas cloning secara detil dan spesifik, maka mungkin ketika pergi ke kebaktian Minggu, orang-orang Kristen tidak akan membawa satu Kitab tetapi satu mini library.

Melalui kasus ini, maka dapat kita mengerti bahwa tampaknya alkitab memperhatikan dan menyediakan dasar atau prinsip yang terkait dengan hati dan moral manusia lebih daripada yang bukan.

Seperti yang disebutkan di kitab Amsal bahwa hati adalah pusat kerohanian manusia. Di ayat yang lain alkitab menyatakan bahwa dosa berasal dari dalam hati. Dari sana timbul pikiran jahat, cabul, iri hati, kemarahan, dendam, kesombongan, hawa nafsu, dan lain-lain. Dengan kata lain, Tuhan ingin agar manusia menjaga hatinya sehingga dengan demikian akan berbuah di dalam tindakan-tindakannya. Karena tidak mungkin seseorang pada kondisi rohani yang ‘prima’, komitmen yang tinggi, dan semangat luar biasa, melakukan kejahatan atau kriminalitas di waktu yang sama.

Adapun biasanya kualitas rohani mengalami penurunan atau degradasi secara perlahan atau bertahap. Contohnya adalah Daud. Saat pasukannya pergi berperang, ia malah bermalas-malasan. Ia berpikir bahwa pasukannya pasti akan menang karena memang biasanya selalu menang. Tak lama setelah itu, Daud jatuh ke dalam dosa secara beruntun. Ia berzinah, licik, berpikiran jahat, berbohong, membunuh Uria suami Batsyeba.

Dalam kaitannya dengan cloning, orang-orang Kristen patut bertanya apakah alasan atau motif mereka ketika melakukan upaya canggih tersebut. Apakah ingin mengelola kehidupan dengan lebih baik dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan, atau semata-mata hanya ingin mencari popularitas dan kemuliaan bagi diri sendiri? Apakah cloning yang diupayakan tersebut meningkatkan kualitas jasmani atau justru merusak dan berbahaya bagi kehidupan? Jika orang-orang Kristen sudah dapat menjawabnya dalam scope atau konteks moral, mereka semestinya tidak perlu lagi memperdebatkan soal cloning, karena telah mengetahui apa dan bagaimana sikap, tindakan atau keputusan selanjutnya.

Faktanya, hingga saat ini cloning masih dalam tahap eksperimen dan itu pun baru dilakukan terhadap hewan bukan manusia. Upaya cloning sendiri belum menunjukkan hasil yang sempurna. Masih terdapat kekurangan di sana-sini dan akibatnya hewan hasil cloning tersebut pun tidak cukup kuat dan tahan lama. Itulah alasannya mengapa cloning belum dapat dilakukan terhadap manusia. Jika dilakukan, maka tentunya tindakan tersebut adalah dosa dengan cara menyia-nyiakan dan tidak bijaksana terhadap hidup yang dikaruniakan Allah.

Atas dasar fakta hasil cloning tadi, maka dapat dinyatakan bahwa membahas upaya tersebut saat ini sebenarnya masih sangat dini. Walau memang tidak ada salahnya untuk membahas hal tersebut apalagi jika banyak orang Kristen mulai mempertanyakannya.

Berikut ini adalah sejumlah nasihat atau prinsip yang berkaitan langsung atau pun tidak langsung terhadap upaya cloning:
1. Jadilah manager Tuhan yang baik (Mat 25)
2. Muliakanlah Tuhan (Rasul Paulus)
3. Tuhan adalah awal dan sumber kehidupan (Kejadian)
4. Tuhan menciptakan segala sesuatunya baik (Kejadian)
5. Tuhan tahu segala sesuatu dan mengontrol segala sesuatu (Ayub)

Artinya, manusia tidak semestinya terlalu bangga atau sombong dengan upaya-upaya canggih apapun karena tanpa Tuhan semuanya tidak akan ada dan tidak akan pernah ada.



Copyright (c) Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Kamis, 02 Juli 2009

HOT ISSUES DI DUNIA KRISTEN

Salah satu hot issues di dunia Kristen adalah ABORSI. Sejumlah golongan Kristen tertentu menganggap atau menilainya sebagai dosa. Sebagian lagi mengatakan "tidak" dengan alasan bahwa embrio atau janin belum dapat dikategorikan sebagai manusia karena ia belum dilahirkan. Di tambah lagi, ia tidak atau belum melakukan aktifitas seperti manusia melainkan hanya diam saja di sana di kandungan ibunya.

Kesimpulan semacam ini tentu akan mendapat serangan balik yang tidak kalah tajam mengingat bahwa kemanusiaan seseorang tidak tergantung kepada aktifitas atau kegiatannya. Karena orang-orang yang sedang mengalami koma juga tidak melakukan aktifitas apapun. Dapatkah kita sebut bahwa orang yang koma bukanlah manusia?

Secara medis, para dokter dan ahli sudah dapat mendeteksi detak jantung, kondisi dan kerja otak dari janin atau embrio ketika ia berada di dalam kandungan ibunya. Suatu tanda adanya kehidupan dan ciri-cirinya sebagai calon bayi atau manusia. Itulah sebabnya golongan Kristen tertentu menilai bahwa aborsi adalah tindakan pembunuhan. Dengan kata lain, perbedaan antara janin atau embrio yang ada di dalam kandungan dan bayi yang ada di luar kandungan hanyalah lokasinya.

Sebagian orang sangat mudah menyatakan bahwa aborsi adalah dosa dan tidak pantas atau tidak layak dilakukan. Tetapi ada saja orang yang justru menentang pendapat tersebut dan menilai bahwa aborsi boleh dilakukan dengan alasan-alasan tertentu. Contohnya, belum menginginkan bayi dari pernikahan, tidak menginginkan kehamilan dari hubungan seks dengan orang yang bukan pasangannya, incest yang mengakibatkan kehamilan, dan lain-lain.

Dari dua pendapat yang berbeda ini saja, orang-orang Kristen dapat terbagi menjadi dua golongan besar, yang pertama adalah yang pro terhadap aborsi dan yang kedua adalah yang anti terhadap aborsi.

Pada umumnya aborsi dilatarbelakangi oleh tindakan atau perbuatan dosa. Bukan saat tindakan aborsi tersebut sedang direncanakan tetapi ketika seorang pria atau wanita sedang akan mengadakan percabulan atau perzinahan. Dalam konteks tersebut, kehamilan adalah dampak atau akibat, dan aborsi adalah tindakan susulan atau lanjutan dari sikap hati yang jahat dan berdosa.

Daripada ribut soal benar atau salah tindakan aborsi, adalah lebih mengena jika kita mencermati dan mengevaluasi pikiran, hati dan tindakan-tindakan kita di waktu-waktu sebelumnya. Apakah kita berpikir cabul? Apakah kita menginginkan percabulan atau perzinahan? Apakah kita menginginkan isteri atau suami orang lain? Apakah kita genit? Jika ya, maka tidaklah lebih penting untuk membahas tentang aborsi sebaliknya bertobatlah maka aborsi tidak akan pernah ada di kamus Anda. Inilah juga yang mungkin menjadi alasan mengapa orang-orang tertentu pro terhadap aborsi, karena mereka mungkin masih menginginkan seks di luar pernikahan yang kudus dan sah.

Alkitab memang tidak berbicara secara eksplisit tentang aborsi. Tidak berarti bahwa alkitab membiarkan atau pun mengizinkannya. Meski pun istilah tersebut tampaknya juga tidak ada di sana, tetapi, secara prinsip dan level moral, alkitab mengajarkan jauh lebih dari sekadar menjawab DO atau DONT.

Alkitab mengajarkan tentang bagaimana menjadi pengelola dan penanggung jawab yang baik di hadapan Allah. Ia memuji pengelola yang baik tetapi menegur pengelola yang buruk bahkan menyebutnya nya sebagai hamba yang jahat (band. Matius 25). Artinya, orang Kristen tidak hanya berdosa karena melakukan tindakan yang salah atau dosa tetapi juga menjadi berdosa karena tidak melakukan yang baik atau benar.

Dalam tindakan aborsi, orang Kristen sesungguhnya sudah berdosa ketika melakukannya sebagai akibat dari percabulan atau perzinahan. Bukan saja ia tidak menjadi pengelola yang baik tetapi juga menjadi perusak kehidupan dengan cara menyia-nyiakan waktu, tenaga, dan biaya percuma, bahkan juga meresikokan kesehatan dan nyawa dengan sangat besar.

Mengenai bayi yang lahir dari pembatalan tindakan aborsi, sesungguhnya sudah jauh di luar kontrol manusia. Setiap bayi atau manusia tidak dapat mengontrol kapan dan di mana ia lahir, melalui rahim siapa, siapa ibunya, siapa ayahnya dan bagaimana ia lahir. Dengan kata lain, manusia tidak semestinya mendiskreditkan bayi yang lahir dari pembatalan tindakan aborsi sebagai anak haram atau sebutan apa saja yang serupa atau sejenis.


Copyright © 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

RELATED PRODUCTS available at BEREAN CORNER:
Sex is not the problem (lust is) oleh Joshua Harris (Penerbit PIONIR JAYA)
Ada Apa dengan Pacaran & Seks oleh Pam Stenzel dan Crystal Kirgiss (Penerbit ANDI)