Sabtu, 18 Juli 2009

DI MANA TUHAN SAAT BOM MELEDAK?

Rata PenuhOrang Kristen semestinya sudah punya pandangan atau perspektif yang jelas dalam menanggapi setiap peristiwa atau permasalahan di dalam atau di tengah kehidupannya. Termasuk peristiwa yang menyayat dan mengiris hati yang saat ini sedang hangat dibicarakan di tengah masyarakat Indonesia yaitu ledakan 2 (dua) bom di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada hari Jumat, 17 Juli 2009, pukul 07.40 pagi.

Sebagai bangsa yang beragama pastilah ada terdapat di antara masyarakat yang bertanya di manakah Tuhan saat peristiwa itu terjadi? Apakah respon Tuhan? Apakah Ia punya kemampuan atau tidak mencegah semua itu? Jika tidak, masih pantaskah Ia menyandang sebutan Yang Maha Kuasa? Jika Ia mampu, mengapa Ia membiarkan kedua bom itu meledak? Apakah Tuhan adalah pribadi yang tidak tahu, tidak mampu, tidak peduli atau pribadi yang tega dan kejam?

Manusia mempunyai handicap atau keterbatasan di dalam menilai Tuhan. Keterbatasan di dalam banyak hal, yang tidak jarang mengakibatkan mereka terjebak dan terperangkap di dalam kesalahmengertian dan ketidakpercayaan. Salah satunya adalah keterbatasannya di dalam melihat dengan mata kepalanya, dan juga melihat dengan pikiran, intelektual atau intelijensinya. Karena keterbatasan tersebut manusia seringkali salah sehingga menjadi antipati, tidak percaya kepada Tuhan, mencoba menyetarakan atau menyamakan-Nya dengan manusia, dan akibatnya merasionalisasikan Tuhan secara ekstrim. Akibatnya lagi, disadari atau tidak, Tuhan tampak seperti Tuhan yang lemah dan tidak berdaya, bukan menjadi Tuhan yang sebenarnya yang sebagaimana mestinya.

Anda mungkin sudah tidak sabar menunggu jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan seputar dua bom yang meledak tadi. Baiklah, mari kita menjawab pertanyaan tadi satu per satu.

Pertanyaan pertama, di manakah Tuhan saat peristiwa itu terjadi?
Mari kita perjelas pertanyaan Anda. Apakah Tuhan ada di lokasi tempat peristiwa bom itu terjadi? Jawabannya adalah ADA. Ia ada bukan saja di lokasi tempat peristiwa bom itu terjadi tetapi Ia ada di mana-mana di setiap tempat dan setiap waktu. Ia ada di tempat Anda berada dan Ia pun ada di tempat saya berada. Ia adalah omnipresence. Bagaimana bisa? Saya menanyakan sebaliknya, mengapa tidak bisa? Tuhan adalah Roh dan Ia adalah Maha Besar. Artinya, kebesaran-Nya tidak dapat ditampung atau dibatasi oleh ruang apa pun di dunia termasuk tempat, ruang ibadah atau Bait Suci sekalipun. Tempat, ruang ibadah atau Bait Suci hanyalah lambang kehadiran-Nya tetapi bukan tempat Dia yang sesungguh-Nya.

Timbul pertanyaan, jika Tuhan ada di mana-mana di setiap tempat dan setiap waktu berarti Ia juga ada di tengah orang-orang yang jahat, yang biadab, yang sadis atau yang kurang ajar. Dalam kaitannya dengan moralitas, mengapa dan untuk apa Ia ada di sana? Bukankah Ia akan menjadi korup dan terpengaruh nantinya? Jawabannya adalah bahwa Tuhan ada di mana-mana secara esensi-Nya tetapi tidak secara relasi. Tuhan ada di tengah orang-orang jahat, orang-orang biadab, orang-orang sadis dan orang-orang yang kurang ajar tetapi secara relasional Tuhan jauh dari dosa dan orang-orang semacam tadi. Contohnya, Anda dapat membaca tulisan ini di mana-mana di berbagai tempat di setiap waktu tetapi tidak berarti Anda menyukai tulisan ini dan dekat secara relasi dengan saya sebagai penulisnya.

Hubungannya dengan Tuhan yang omnipresence berarti juga bahwa Ia tahu detik-detik peristiwa ledakan dua bom itu terjadi. Bahkan lebih dari itu, Ia tahu isi hati dan pikiran si peledak bom bahkan jumlah helai rambutnya, yang mana yang jatuh atau terputus akibat ledakan dan yang mana yang tidak, karena Tuhan adalah Tuhan Yang Maha Tahu. Ketika kita menyebut Tuhan Yang Maha Tahu itu juga berarti bahwa Ia tahu apa motif, rencana, mengapa, dan bagaimana si peledak bom melakukan aksinya termasuk ke mana ia setelah mati akibat bom yang diledakkannya sendiri.

Pertanyaan kedua, apakah respon Tuhan?
Saya tidak mencoba menjawab atas nama Tuhan seolah-olah saya adalah jurubicara-Nya. Respon yang nyata yang dapat dilihat jelas oleh setiap orang yang menyaksikan peristiwa peledakan dua bom tersebut adalah bahwa Tuhan mengizinkan peristiwa itu terjadi. Mengapa, untuk apa dan apa tujuan-Nya? Kita hanya mampu atau dapat menjawab pertanyaan ini demi kebaikan kita semata bukan untuk mengeluh, berbantah, menyalahkan Dia apalagi menyeret-Nya ke pengadilan. Karena siapakah yang dapat membantah Tuhan, menyalahkan Dia, menghakimi, mengadili-Nya, menentang atau pun menghukum Dia? Tidak ada. Tidak seorangpun.

Tuhan tidak takut kepada apa pun atau kepada siapapun. Ia tidak tunduk, patuh, setia atau mengabdi kepada siapa pun. Ia tidak butuh nasihat, saran, masukan atau pendapat siapapun di dunia ini. Ini tidak mengartikan bahwa Tuhan adalah sama seperti seorang manusia yang dictator, buruk, jahat, dan egois. Ia tidak dapat dibandingkan dengan siapapun atau apapun di dunia. Ia adalah incomprehensible. Ia adalah infinite, tidak terbatas. Hikmat-Nya, pikiran-Nya dan alasan-alasan-Nya. Dengan demikian, kita tidak dapat menjangkau atau mencapai-Nya kecuali hal-hal yang Ia berikan atau izinkan untuk kita mengerti secara rasio. Implikasinya, manusia hanya dapat pasrah, berserah dan percaya kepada Tuhan, kepada hikmat, kebijaksanaan, dan keputusan-Nya sebagai Tuhan. Ini semakin memperjelas atau mempertegas posisi Tuhan yang jauh tinggi mengatasi manusia.

Pertanyaan ketiga, apakah Ia punya kemampuan atau tidak mencegah semua itu? Jika tidak, masih pantaskah Ia menyandang sebutan Yang Maha Kuasa?
Singkat saja. Ia mampu mencegah ledakan dua bom itu. Ia mampu mencegah apa pun. Dan tentu saja, Ia pantas menyandang sebutan Yang Maha Kuasa.

Pertanyaan ke-empat, jika Tuhan mampu, mengapa Ia membiarkan kedua bom itu meledak?
Pertanyaan ini berkaitan dengan pertanyaan ke-dua. Tetapi lebih jelas lagi, jawabannya adalah bahwa Tuhan itu baik. Kebaikan-Nya tidak terbatas. Anda mungkin bertanya di dalam hati kebaikan macam apa yang membiarkan korban, luka, derita bahkan kematian? Saya ulangi sekali lagi bahwa Tuhan adalah Tuhan yang incomprehensible. Terlepas dari jatuhnya korban, luka, derita, kematian atau apapun yang mengganjal secara emosional atau sentimental, Tuhan adalah Tuhan yang baik. Ia Maha Mengasihi. Secara emosi, saya pun merasakan sedih, marah, kesal dan kecewa terhadap otak, pelaku dan peristiwa ledakan dua bom tersebut. Tetapi saya sadar, bahwa saya adalah manusia yang terbatas emosi dan sentimentalitas. Apakah ini berarti bahwa Tuhan adalah Tuhan yang tidak berperasaan? Tidak. Tetapi, kasih Tuhan jauh melebihi atau mengatasi emosi dan sentimentalitas. Salah satu contoh serupa tertulis di Kitab Amsal yaitu “teguran yang nyata-nyata lebih baik dari kasih yang tersembunyi”. Contoh yang lain adalah “salib Yesus dan penderitaan-Nya” adalah kasih-Nya. Artinya, rasa sakit, emosi, sentimentalitas tidak berarti, atau tidak sedang mengartikan atau tidak akan membatasi apa yang Ia maksudkan sebagai kasih. Dan soal kematian tubuh atau jasmani, bukankah setiap manusia akan mengalaminya? Perbedaannya adalah waktu dan peristiwanya, kapan, bagaimana dan seperti apa itu akan terjadi. Tubuh atau jasmani akan mati. Ia adalah debu yang akan kembali kepada debu. Yang paling penting adalah jiwanya, ke mana kah manusia setelah kematiannya?

Pertanyaan ke-lima, apakah Tuhan adalah pribadi yang tidak tahu, tidak mampu, tidak peduli atau pribadi yang tega dan kejam?
Tidak. Tuhan adalah Tuhan Yang Maha Tahu. Maha Kuasa. Maha Baik. Maha Mengasihi. Tetapi Maha Kudus. Mengapa saya menyebutkan Maha Kudus dengan “tetapi”, karena atribut inilah yang biasanya tidak jelas dimengerti oleh manusia. Kekudusan Tuhan pun adalah tidak terbatas (infinite). Manusia tidak dapat mengerti sepenuhnya tentang kekudusan Allah yang tidak terbatas karena mereka adalah manusia yang berdosa. Kekudusan yang tidak terbatas inilah yang tampaknya tergambar melalui kemarahan-Nya terhadap dosa, penghakiman dan neraka. Seperti halnya manusia tidak dapat menjangkau atau mencapai atribut-atribut Allah lainnya, demikian pula terhadap kekudusan-Nya. Oleh karena itu, karena keterbatasan manusia, Tuhan menasihati dan memperingatkan manusia agar mereka takut kepada-Nya, percaya, berserah, bertobat, meninggalkan dosa-dosanya, rendah hati, sujud dan menyembah Dia. Karena Ia adalah TUHAN.

Mengenai si peledak bom, jika ia menganggap bahwa ia sedang mengadakan penghukuman terhadap manusia yang berdosa melalui tindakannya, itu adalah salah besar. Mengapa? Karena dalam konteks penghakiman atau penghukuman Tuhan, Dia lah yang pantas melakukannya karena Ia adalah Maha Kudus dan tidak berdosa sedang si peledak bom hanyalah manusia yang berdosa seperti Anda dan saya.



Copyright © 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Tidak ada komentar: