Bacaan: Matius 5:3
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Khotbah di Bukit ditulis oleh Matius dengan menggunakan bahasa Yunani. Kata “miskin” di sana di sebut dengan “ptokhos” yang berarti sangat amat miskin, mutlak, tidak mempunyai apa pun juga, bangkrut atau minus. Miskin yang dimaksud dengan “ptokhos” berbeda dengan “penes” yang juga berarti miskin tetapi masih mempunyai sesuatu. Seperti janda miskin yang mempunyai 2 keping uang untuk dipersembahkan di Bait Allah bukanlah “ptokhos”. Orang miskin yang masih mempunyai income atau penghasilan bukan “ptokhos” tetapi “penes”.
Secara verbal, Khotbah di Bukit di zaman-Nya disampaikan dengan menggunakan bahasa Aram. Bahasa tersebut adalah bahasa Ibrani yang mengalami perkembangan atau dapat kita sebut sebagai turunannya. Menurut bahasa Aram, kata “miskin” disebut dengan 'ani atau “ebion”. Kata tersebut lebih menekankan tentang kebergantungan atau ketergantungan kepada Tuhan karena tidak mempunyai apa-apa. Orang yang disebut 'ani atau “ebion” menganggap dirinya tidak mempunyai sesuatu yang dapat diandalkan. Baginya, ia tidak mempunyai tempat bergantung atau bersandar selain Tuhan.
Jadi, dari bahasa Yunani dan bahasa Aram, dapatlah diambil kesimpulan tentang “miskin” yang dimaksud oleh Yesus. Orang yang miskin di hadapan Allah adalah orang yang sangat amat miskin, mutlak, tidak mempunyai apapun juga, bangkrut atau minus di hadapan Allah. Dengan demikian, ia tidak mempunyai apa-apa untuk diandalkan, tidak mempunyai sesuatu sebagai tempat bersandar atau bergantung selain daripada Tuhan saja.
Membaca penjelasan ini, Anda mungkin spontan membayangkan tentang orang yang miskin secara ekonomi atau financial. Padahal sesungguhnya “miskin” yang dimaksud oleh Yesus adalah miskin secara rohani. Di NIV Bible (New International Version), “miskin di hadapan Allah” disebut dengan “poor in spirit”. Sesuatu yang menunjukkan atau menandakan bahwa “miskin” yang dimaksud adalah spiritual-nya bukan yang lain. Khotbah Yesus di Bukit bukanlah economical, financial atau political sifatnya tetapi murni spiritual.
Jika demikian, apa indikasi dari orang yang “miskin” atau “tidak miskin” di hadapan Allah? Banyak gambaran yang dapat menjelaskan hal tersebut. Salah satunya adalah jika seseorang menganggap dirinya cukup baik di hadapan Tuhan. Atau, menganggap dirinya cukup layak untuk masuk sorga. Mengapa? Karena orang yang berpikir bahwa ia adalah orang yang cukup baik di hadapan Tuhan berarti ia bukan “miskin”, melainkan ia masih punya sesuatu yang dapat diandalkan atau dibanggakan di hadapan Tuhan. Mungkin itu adalah perbuatan-perbuatan baik yang ia lakukan, atau, achievement-achievement agamawi atau relijius yang telah ia capai seperti: menghadiri kebaktian, terlibat di pelayanan, berdoa, membaca alkitab, menginjil, dan lain-lain.
Timbul pertanyaan, jika demikian halnya, apakah berarti bahwa kita tidak usah atau tidak perlu berbuat baik dan melakukan tindakan atau aktifitas rohani? Tentu saja tidak. Tetapi, perbedaan yang besar ada pada motif dasarnya. Orang yang miskin di hadapan Allah berbuat baik dan melakukan tindakan atau aktifitas rohaninya karena sadar siapa dirinya di hadapan Tuhan bukan apa yang ia lakukan. Bahwa ia miskin dan butuh bergantung dan bersandar kepada-Nya.
Orang yang miskin di hadapan Allah menyadari siapa diri-nya, makanya ia melakukan apa yang benar dan berkenan kepada-Nya. Sebaliknya orang yang melakukan tindakan atau aktifitas relijius tanpa menyadari bahwa ia “miskin” di hadapan Allah, ia tidak berkenan kepada-Nya. Mereka biasanya, secara sadar atau tidak, menghitung perbuatan-perbuatan, tindakan dan aktifitas keagamaan, kemudian membawanya ke hadapan Tuhan dan menganggap diri cukup baik atau cukup layak untuk masuk Surga.
Sekali lagi, motif dasar di dalam diri seseorang sangat menentukan dan mempengaruhi keseluruhannya. Oleh sebab itu, jadilah miskin di hadapan Allah, karena orang yang demikianlah yang empunya Kerajaan Surga!
Referensi: Wikipedia; PASH Matius oleh DR. William Barclay - Penerbit BPK Gunung Mulia; Audio Sermon Grace to You - Happy are the Poor in Spirit by Mac Arthur, John; Audio Sermon Berean Publication House - Seri Khotbah di Bukit oleh Pdt. Harliem Salim
Copyright © 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Khotbah di Bukit ditulis oleh Matius dengan menggunakan bahasa Yunani. Kata “miskin” di sana di sebut dengan “ptokhos” yang berarti sangat amat miskin, mutlak, tidak mempunyai apa pun juga, bangkrut atau minus. Miskin yang dimaksud dengan “ptokhos” berbeda dengan “penes” yang juga berarti miskin tetapi masih mempunyai sesuatu. Seperti janda miskin yang mempunyai 2 keping uang untuk dipersembahkan di Bait Allah bukanlah “ptokhos”. Orang miskin yang masih mempunyai income atau penghasilan bukan “ptokhos” tetapi “penes”.
Secara verbal, Khotbah di Bukit di zaman-Nya disampaikan dengan menggunakan bahasa Aram. Bahasa tersebut adalah bahasa Ibrani yang mengalami perkembangan atau dapat kita sebut sebagai turunannya. Menurut bahasa Aram, kata “miskin” disebut dengan 'ani atau “ebion”. Kata tersebut lebih menekankan tentang kebergantungan atau ketergantungan kepada Tuhan karena tidak mempunyai apa-apa. Orang yang disebut 'ani atau “ebion” menganggap dirinya tidak mempunyai sesuatu yang dapat diandalkan. Baginya, ia tidak mempunyai tempat bergantung atau bersandar selain Tuhan.
Jadi, dari bahasa Yunani dan bahasa Aram, dapatlah diambil kesimpulan tentang “miskin” yang dimaksud oleh Yesus. Orang yang miskin di hadapan Allah adalah orang yang sangat amat miskin, mutlak, tidak mempunyai apapun juga, bangkrut atau minus di hadapan Allah. Dengan demikian, ia tidak mempunyai apa-apa untuk diandalkan, tidak mempunyai sesuatu sebagai tempat bersandar atau bergantung selain daripada Tuhan saja.
Membaca penjelasan ini, Anda mungkin spontan membayangkan tentang orang yang miskin secara ekonomi atau financial. Padahal sesungguhnya “miskin” yang dimaksud oleh Yesus adalah miskin secara rohani. Di NIV Bible (New International Version), “miskin di hadapan Allah” disebut dengan “poor in spirit”. Sesuatu yang menunjukkan atau menandakan bahwa “miskin” yang dimaksud adalah spiritual-nya bukan yang lain. Khotbah Yesus di Bukit bukanlah economical, financial atau political sifatnya tetapi murni spiritual.
Jika demikian, apa indikasi dari orang yang “miskin” atau “tidak miskin” di hadapan Allah? Banyak gambaran yang dapat menjelaskan hal tersebut. Salah satunya adalah jika seseorang menganggap dirinya cukup baik di hadapan Tuhan. Atau, menganggap dirinya cukup layak untuk masuk sorga. Mengapa? Karena orang yang berpikir bahwa ia adalah orang yang cukup baik di hadapan Tuhan berarti ia bukan “miskin”, melainkan ia masih punya sesuatu yang dapat diandalkan atau dibanggakan di hadapan Tuhan. Mungkin itu adalah perbuatan-perbuatan baik yang ia lakukan, atau, achievement-achievement agamawi atau relijius yang telah ia capai seperti: menghadiri kebaktian, terlibat di pelayanan, berdoa, membaca alkitab, menginjil, dan lain-lain.
Timbul pertanyaan, jika demikian halnya, apakah berarti bahwa kita tidak usah atau tidak perlu berbuat baik dan melakukan tindakan atau aktifitas rohani? Tentu saja tidak. Tetapi, perbedaan yang besar ada pada motif dasarnya. Orang yang miskin di hadapan Allah berbuat baik dan melakukan tindakan atau aktifitas rohaninya karena sadar siapa dirinya di hadapan Tuhan bukan apa yang ia lakukan. Bahwa ia miskin dan butuh bergantung dan bersandar kepada-Nya.
Orang yang miskin di hadapan Allah menyadari siapa diri-nya, makanya ia melakukan apa yang benar dan berkenan kepada-Nya. Sebaliknya orang yang melakukan tindakan atau aktifitas relijius tanpa menyadari bahwa ia “miskin” di hadapan Allah, ia tidak berkenan kepada-Nya. Mereka biasanya, secara sadar atau tidak, menghitung perbuatan-perbuatan, tindakan dan aktifitas keagamaan, kemudian membawanya ke hadapan Tuhan dan menganggap diri cukup baik atau cukup layak untuk masuk Surga.
Sekali lagi, motif dasar di dalam diri seseorang sangat menentukan dan mempengaruhi keseluruhannya. Oleh sebab itu, jadilah miskin di hadapan Allah, karena orang yang demikianlah yang empunya Kerajaan Surga!
Referensi: Wikipedia; PASH Matius oleh DR. William Barclay - Penerbit BPK Gunung Mulia; Audio Sermon Grace to You - Happy are the Poor in Spirit by Mac Arthur, John; Audio Sermon Berean Publication House - Seri Khotbah di Bukit oleh Pdt. Harliem Salim
Copyright © 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar