Salahkah menerjemahkan Alkitab? Seperti itulah kira-kira pertanyaan yang tersimpan di hati banyak orang ketika menyaksikan penganiayaan terhadap penerjemah-penerjemah pertama seperti: Tyndale atau Wycliffe.
Di masa hidup mereka tidaklah mudah menerjemahkan Alkitab dari bahasa aslinya yaitu Ibrani, Yunani atau Aram ke dalam bahasa Inggris. Mengapa? Karena pada masa itu Alkitab dipandang suci secara ekstrim sehingga membacanya pun, orang-orang awam sangat kurang mendapat kesempatan. Alkitab tersimpan dan tersembunyi di ruang-ruang pribadi kaum imam saja. Sedang orang awam jauh dari pesan yang sebenarnya.
Anda mungkin bertanya, mengapa situasi semacam itu dapat terjadi? Alkitab sendiri menjawabnya dengan langsung, jelas dan tidak berbelit-belit. Di 2 Tim 3:16-17 disebutkan bahwa Alkitab adalah cara atau rancangan Allah untuk mengoreksi manusia. Dengan kata-kata lain, melalui pengertian dan pengenalan akan Alkitab, maka kesalahan dan dosa-dosa manusia pun akan dinyatakan. Semua kesalahan tanpa kecuali akan keluar dan terbongkar dari tempat persembunyiannya termasuk dosa dan kesalahan-kesalahan imam-imam yang korup di zaman Tyndale dan Wycliffe.
Mari kembali ke pertanyaan semula, salahkah upaya penerjemah-penerjemah tadi? Sebelum menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”, penting bagi kita untuk mengerti sedikit banyak tentang “komunikasi”. Di dalam komunikasi ada terdapat 4 (empat) unsur yang paling besar atau paling utama. Unsur-unsur tersebut adalah: pesan, media atau alat, komunikator dan komunikan. Dari ke-empat unsur tersebut, bahasa dapat dikategorikan sebagai media atau alat bukan pesan. Jadi, dalam hubungannya dengan penerjemahan, bahasa yang berbeda bukanlah masalah selama pesannya tidak diubah secara sengaja atau pun tidak sengaja.
Bahasa-bahasa di dunia sangat beragam jenisnya karena bangsa-bangsa di dunia pun demikian. Jika bahasa Alkitab hanya menggunakan bahasa Ibrani, Yunani atau Aram saja, maka semakin sedikit lah orang yang mengerti atau memahami Alkitab dari waktu ke waktu. Sebaliknya, upaya penerjemahan Alkitab telah menunjukkan hasil yang nyata dan lebih baik. Orang-orang dari berbagai bangsa dapat mendengarkan pesan Tuhan dengan bahasa mereka sendiri. Hal serupa pernah terjadi di Yerusalem pada hari Pentakosta, yaitu ketika para rasul berbicara kepada orang banyak dengan berbagai bahasa dari bangsa-bangsa di dunia. Suatu pertanda atau petunjuk bahwa Allah ingin menyampaikan pesan-Nya yang sama kepada semua bangsa dengan semua bahasa.
Timbul pertanyaan, bagaimana dengan penerjemahan yang berbeda atau kurang tepat? Secara pribadi, saya menganggapnya sebagai tantangan bukan permasalahan. Mengapa? Karena tantangan adalah bagian dari proses belajar yang Tuhan janjikan. Ia berkata di Mat 6:33: ”Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya…”. Di Yer 29:13 disebutkan: ”...kamu akan menemukan Aku jika kamu mencari Aku dengan segenap hati.” Studi atau belajar-mengajar Alkitab adalah proses yang di-izinkan dan disediakan oleh Tuhan bagi orang-orang Kristen. Orang-orang yang malas, yang apatis, yang tidak peduli atau yang menganggap remeh terhadap belajar-mengajar Alkitab dengan sendirinya terseleksi dari janji-janji Tuhan.
Lagipula, pesan-pesan penting atau utama dari Alkitab tidak lah berubah. Ia tidak akan pernah berubah. Jika terdapat kata atau penerjemahan yang kurang tepat, seseorang dapat membandingkannya dengan ayat yang lain, perikop atau kisah yang lain di Alkitab. Atau, orang tersebut dapat pula membandingkannya dengan penerjemahan yang lain. Contohnya di dalam bahasa Inggris ada King James Version, New King James Version, New International Version, New American Standard Bible, dan lain-lain. Dengan demikian, maka ia dapat memperoleh pesan yang lebih jelas, utuh dan kuat. Jadi, penerjemahan bukannya menghasilkan permasalahan melainkan kekayaan yang melimpah terhadap Firman Tuhan.
Bagaimana dengan orang buta atau orang bisu? Tuhan pun mengaruniakan bahasa-bahasa yang khusus bagi mereka yaitu bahasa non verbal. Selain itu ada juga tulisan atau huruf braile bagi orang yang buta.
Jika Tuhan pernah mengacaukan manusia di zaman Nimrod dengan mengaruniakan bahasa-bahasa yang berbeda bagi mereka, tetapi kini, Tuhan telah menyatukan manusia ke dalam Kerajaan-Nya dengan pesan yang sama. Mungkinkah ini adalah suatu nubuat? Bukan, ini adalah kuasa Tuhan.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/John_Wycliffe
http://en.wikipedia.org/wiki/William_Tyndale
Di masa hidup mereka tidaklah mudah menerjemahkan Alkitab dari bahasa aslinya yaitu Ibrani, Yunani atau Aram ke dalam bahasa Inggris. Mengapa? Karena pada masa itu Alkitab dipandang suci secara ekstrim sehingga membacanya pun, orang-orang awam sangat kurang mendapat kesempatan. Alkitab tersimpan dan tersembunyi di ruang-ruang pribadi kaum imam saja. Sedang orang awam jauh dari pesan yang sebenarnya.
Anda mungkin bertanya, mengapa situasi semacam itu dapat terjadi? Alkitab sendiri menjawabnya dengan langsung, jelas dan tidak berbelit-belit. Di 2 Tim 3:16-17 disebutkan bahwa Alkitab adalah cara atau rancangan Allah untuk mengoreksi manusia. Dengan kata-kata lain, melalui pengertian dan pengenalan akan Alkitab, maka kesalahan dan dosa-dosa manusia pun akan dinyatakan. Semua kesalahan tanpa kecuali akan keluar dan terbongkar dari tempat persembunyiannya termasuk dosa dan kesalahan-kesalahan imam-imam yang korup di zaman Tyndale dan Wycliffe.
Mari kembali ke pertanyaan semula, salahkah upaya penerjemah-penerjemah tadi? Sebelum menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”, penting bagi kita untuk mengerti sedikit banyak tentang “komunikasi”. Di dalam komunikasi ada terdapat 4 (empat) unsur yang paling besar atau paling utama. Unsur-unsur tersebut adalah: pesan, media atau alat, komunikator dan komunikan. Dari ke-empat unsur tersebut, bahasa dapat dikategorikan sebagai media atau alat bukan pesan. Jadi, dalam hubungannya dengan penerjemahan, bahasa yang berbeda bukanlah masalah selama pesannya tidak diubah secara sengaja atau pun tidak sengaja.
Bahasa-bahasa di dunia sangat beragam jenisnya karena bangsa-bangsa di dunia pun demikian. Jika bahasa Alkitab hanya menggunakan bahasa Ibrani, Yunani atau Aram saja, maka semakin sedikit lah orang yang mengerti atau memahami Alkitab dari waktu ke waktu. Sebaliknya, upaya penerjemahan Alkitab telah menunjukkan hasil yang nyata dan lebih baik. Orang-orang dari berbagai bangsa dapat mendengarkan pesan Tuhan dengan bahasa mereka sendiri. Hal serupa pernah terjadi di Yerusalem pada hari Pentakosta, yaitu ketika para rasul berbicara kepada orang banyak dengan berbagai bahasa dari bangsa-bangsa di dunia. Suatu pertanda atau petunjuk bahwa Allah ingin menyampaikan pesan-Nya yang sama kepada semua bangsa dengan semua bahasa.
Timbul pertanyaan, bagaimana dengan penerjemahan yang berbeda atau kurang tepat? Secara pribadi, saya menganggapnya sebagai tantangan bukan permasalahan. Mengapa? Karena tantangan adalah bagian dari proses belajar yang Tuhan janjikan. Ia berkata di Mat 6:33: ”Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya…”. Di Yer 29:13 disebutkan: ”...kamu akan menemukan Aku jika kamu mencari Aku dengan segenap hati.” Studi atau belajar-mengajar Alkitab adalah proses yang di-izinkan dan disediakan oleh Tuhan bagi orang-orang Kristen. Orang-orang yang malas, yang apatis, yang tidak peduli atau yang menganggap remeh terhadap belajar-mengajar Alkitab dengan sendirinya terseleksi dari janji-janji Tuhan.
Lagipula, pesan-pesan penting atau utama dari Alkitab tidak lah berubah. Ia tidak akan pernah berubah. Jika terdapat kata atau penerjemahan yang kurang tepat, seseorang dapat membandingkannya dengan ayat yang lain, perikop atau kisah yang lain di Alkitab. Atau, orang tersebut dapat pula membandingkannya dengan penerjemahan yang lain. Contohnya di dalam bahasa Inggris ada King James Version, New King James Version, New International Version, New American Standard Bible, dan lain-lain. Dengan demikian, maka ia dapat memperoleh pesan yang lebih jelas, utuh dan kuat. Jadi, penerjemahan bukannya menghasilkan permasalahan melainkan kekayaan yang melimpah terhadap Firman Tuhan.
Bagaimana dengan orang buta atau orang bisu? Tuhan pun mengaruniakan bahasa-bahasa yang khusus bagi mereka yaitu bahasa non verbal. Selain itu ada juga tulisan atau huruf braile bagi orang yang buta.
Jika Tuhan pernah mengacaukan manusia di zaman Nimrod dengan mengaruniakan bahasa-bahasa yang berbeda bagi mereka, tetapi kini, Tuhan telah menyatukan manusia ke dalam Kerajaan-Nya dengan pesan yang sama. Mungkinkah ini adalah suatu nubuat? Bukan, ini adalah kuasa Tuhan.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/John_Wycliffe
http://en.wikipedia.org/wiki/William_Tyndale
Tidak ada komentar:
Posting Komentar