Selasa, 12 Mei 2009

BERBAHAGIALAH... (Bagian 1)

Bacaan: Matius 5:1-3

5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
5:2 Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:
5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Ditinjau dari audiens-nya, Khotbah Yesus di Bukit dihadiri banyak orang dari beragam golongan atau kelompok. Bagaimana kita dapat mengetahui hal tersebut? Sebelum khotbah-Nya di Bukit, Yohanes Pembaptis sudah mengarahkan pandangan public kepada Yesus. Dengan demikian, audiens Yohanes yaitu para pengikutnya termasuk orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, tentara-tentara Romawi, dan lain-lainnya, yang biasa mendengarkan khotbahnya pun tentu saja mulai melihat dan mengamat-amati Yesus. Di tambah lagi, Yesus sudah mengajar dan menyembuhkan banyak orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari sana dapat disimpulkan bahwa iringan orang banyak semakin besar dan kontinu mengikuti Dia. Dari golongan terendah hingga tertinggi. Dari golongan pemerintah, penguasa hingga petinggi agama. Juga injil Lukas mencatat bahwa sebelum khotbah-Nya di Bukit, Yesus pun sudah memilih dan mengangkat ke-12 murid-Nya. Jadi, Khotbah Yesus di Bukit dapat digambarkan seperti event yang besar.

Khotbah di Bukit bukanlah khotbah biasa. Mengapa? Karena menurut injil Matius, Yesus menyampaikan khotbah tersebut diawali dengan naik ke atas bukit lalu duduk di sana. Sesuai tradisi Yahudi, seorang rabi yang mengajar dengan duduk adalah lebih formal dan khusus dibanding ketika Ia berdiri dan mengajar. Maka dapat dimengerti bahwa Yesus menyampaikan Khotbah di Bukit secara khusus dan bersifat formal.

Khotbah tersebut juga merupakan kombinasi mengajar dan berkhotbah. Anda mungkin bertanya apa bedanya? Bedanya adalah: mengajar itu menjadikan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan, berkhotbah adalah menjadikan yang tidak sadar menjadi sadar, yang acuh tak acuh menjadi fokus atau konsentrasi, dan yang tidak peduli menjadi peduli. Mengajar biasanya menjelaskan sedang berkhotbah biasanya menggugah atau menginspirasi. Dan, Khotbah di Bukit adalah kombinasi dari keduanya.

Ditinjau dari waktu khotbah-Nya, Yesus tidak menyampaikan Khotbah di Bukit seluruhnya pada satu kesempatan. Tindakan menyampaikan khotbah-Nya ditulis dengan bahasa Yunani dalam bentuk imperfek yang berarti bahwa khotbah tersebut disampaikan berseri, berulang-ulang. Khotbah Yesus di Bukit pun adalah khotbah yang bersifat teratur dan progresif. Di mulai dari “miskin di hadapan Allah” hingga “dianiaya oleh sebab kebenaran”.

Secara historis, banyak orang di zaman Yesus yang mendambakan kebahagiaan. Bangsa Israel ada dibawah penjajahan bangsa Romawi pada masa itu. Mereka tertekan dan terhimpit baik secara ekonomi maupun politik. Teristimewa orang-orang Zelot, mereka lebih dari mendambakan kemerdekaan, mereka bersikeras, bergerilya melawan penjajah Roma. Orang-orang Romawi berpikir bahwa kebahagiaan sudah mereka raih dengan “menang perang”, menjajah, dan memperluas wilayah kekuasaan. Orang-orang Farisi berpikir mereka akan bahagia dengan legalisme. Orang-orang Saduki berpikir bahwa kebahagiaan adalah menikmati kekinian atau hari ini sebab besok atau di hari depan tidak ada kebangkitan. Orang-orang Esene berpikir, kebahagiaan adalah memisahkan diri dari dunia. Jadi, apakah sesungguhnya kebahagiaan itu?

Matius menulis kata bahagia dengan bahasa Yunani yaitu “makarios” yang berarti kebahagiaan ilahi. Bangsa Yunani biasanya menggunakan kata ini untuk para dewa. Jadi, makarios adalah kebahagiaan yang tidak terpengaruh oleh situasi kondisi dari luar. Ia tidak dapat dicuri, diambil, dimusnahkan atau dilenyapkan oleh orang atau apa pun yang lain di luar diri seseorang. Kebahagiaan yang dimaksud Yesus bersifat sejati, guaranteed, benar dan bersifat kekal. Bukan seperti anggapan-anggapan orang pada waktu itu termasuk juga banyak orang pada zaman ini.

Salah satu cara atau syarat mendapatkan kebahagiaan adalah dengan menjadi “miskin di hadapan” Allah. Suatu statement yang mengguncang dan mengagetkan orang banyak pada zaman itu. Karena Yesus tidak menyatakan bahwa kebahagiaan terdapat dalam “legalisme” beragama. Kebahagiaan juga bukan “modernisme atau kekinian”. Kebahagiaan pun tidak dapat diperoleh dengan cara “memisahkan diri dari dunia”. Kebahagiaan juga bukan soal “menang-kalah” melawan orang atau bangsa lain. Tetapi, kebahagiaan ada di dalam diri setiap orang yang "miskin di hadapan Allah".

Pertanyaannya, apa arti “miskin di hadapan” Allah?


...(bersambung)


Referensi: Wikipedia; PASH Matius oleh DR. William Barclay - Penerbit BPK Gunung Mulia; Audio Sermon Grace to You - Happy are the Poor in Spirit by Mac Arthur, John; Audio Sermon Berean Publication House - Seri Khotbah di Bukit oleh Pdt. Harliem Salim

Copyright © 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Tidak ada komentar: