Bacaan: Mat 19:3-6
19:3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Terlepas dari banyaknya kasus atau pertanyaan orang tentang perceraian atau pernikahan kembali, ada terdapat 4 (empat) alasan yang diberikan oleh Yesus tentang mengapa seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya atau menikah lagi dengan wanita lain.
4 (empat) alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sejak awal, Allah telah menciptakan satu orang pria yaitu Adam dan satu orang wanita yaitu Hawa. Tidak ada pilihan, tidak ada alternatif dan tidak ada cadangan.
2. Sepasang suami isteri mempunyai ikatan yang sangat kuat satu sama lain.
3. Sepasang suami isteri adalah satu daging.
4. Pernikahan adalah rancangan Tuhan, pekerjaan dan mujizat Tuhan. Terlepas dari apa agama atau keyakinan seseorang.
Ke-empat alasan tadi semestinya dapat dijadikan dasar atau alasan oleh sepasang suami isteri agar tidak bercerai atau menikah lagi. Apalagi jika konflik atau permasalahan yang dihadapi hanya seputar komunikasi yang kurang cocok atau hubungan yang kurang harmonis. Dengan kata-kata lain, ada 4 alasan yang lebih kuat untuk mempertahankan pernikahan lebih dari alasan-alasan untuk bercerai.
Memang, Yesus juga menyebutkan satu hal yang dapat dijadikan alasan untuk bercerai yaitu perzinahan. Namun, jika seorang suami tetap mau setia terhadap isteri yang jatuh ke dalam perzinahan, itu adalah pilihan yang mulia. Pilihan yang menunjukkan belas kasihan dan pengampunan yang sangat besar terhadap isteri yang berdosa. Pilihan yang sama seperti yang telah dilakukan Tuhan terhadap kita yang berdosa. Ia mengasihi, mengampuni, dan berbelas kasihan terhadap kita.
Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di zaman Yesus, orang-orang Yahudi khususnya orang Farisi begitu mudah menceraikan isterinya. Mereka dapat menceraikan isterinya dengan alasan apa saja, setiap saat setiap waktu. Cukup dengan menerbitkan surat cerai, mereka pun dapat mengusir isteri mereka dari rumah. Entahkah dengan alasan yang sepele atau alasan yang dibuat-buat.
Jadi, situasi di zaman itu adalah situasi yang sangat merugikan bagi para wanita. Sebaliknya, situasi semacam itu melahirkan pria-pria pezinah, yang tidak setia dan tidak bertanggung jawab. Apalagi orang Farisi, mereka berpotensi menjadi petinggi-petinggi agama yang cabul dan munafik (band. Mat 23:14). Apa yang mereka tanyakan kepada Yesus sesungguhnya bukan untuk belajar atau berubah dari kebiasaan bercerai yang seringkali mereka lakukan. Melainkan, untuk mencobai Yesus sehingga terjebak ke dalam perangkap yang mereka siapkan.
Orang-orang Farisi sebenarnya ingin mengadu Yesus terhadap ketetapan para rabi Yahudi dan taurat Musa. Tetapi mereka tidak berhasil karena Yesus menjawab dengan dasar yang lebih kuat daripada Musa dan para rabi. Ia merujuk ke kitab Kejadian dan berkata kepada mereka: "Tidakkah engkau baca…" Betapa meyakinkannya jawaban Yesus tersebut. Di samping itu Ia pun mengejutkan orang-orang Farisi dengan menyadarkan bahwa jawaban atas pertanyaan yang memojokkan itu ternyata ada di halaman depan kitab Kejadian yaitu tentang Adam dan Hawa.
Perceraian atau pernikahan kembali yang terjadi saat ini sesungguhnya lebih bersifat masalah, konsekuensi atau akibat-akibat dari dosa-dosa manusia. Alkitab dengan jelas mengatakannya. Mari perhatikan kronologi tentang Adam dan Hawa berikut ini:
1. Hawa jatuh ke dalam dosa sebelum Adam.
2. Hawa mempengaruhi Adam sehingga jatuh ke dalam dosa. Hal ini menandakan adanya pergeseran siapa adalah pemimpin siapa.
3. Sejak jatuh ke dalam dosa, wanita mendapat kutukan. Selain merasakan sakit saat melahirkan, ia pun akan mempunyai keinginan untuk mengontrol atau memimpin (band. Kej 3:16).
Patut diakui bahwa pembahasan seputar cerai dan kawin lagi mempunyai kompleksitas yang super njelimet. Pernah satu kali saya terlibat diskusi yang kemudian berubah menjadi debat. Orang-orang yang terlibat diskusi kebetulan adalah orang-orang yang sedang mengalami masalah pernikahan yang serius. Di antara mereka ada yang sedang akan bercerai karena kekerasan dalam rumah tangga, ada yang sudah bercerai, ada pula yang berulang kali sudah bercerai. Ada yang akan menikah lagi, ada pula yang beristeri lima dan sedang galau dan kacau hidupnya.
Pada akhirnya, saya bertanya dalam hati, haruskah Tuhan menjawab kompleksitas yang super njelimet semacam ini? Haruskah Ia menyediakan setiap solusi terhadap hubungan kawin-cerai? Haruskah Ia menyediakan pilihan atau alternatif bagi setiap pasangan yang tidak dapat menerima nasihat? Atau, bukankah semestinya setiap pasangan pernikahan harus kembali kepada desain ideal dan original dari Allah yaitu satu pria, satu wanita, satu kesatuan, dan satu daging, keduanya tidak dapat terpisahkan. Jika Adam dan Hawa bercerai sejak dulu, bukankah taman Eden akan menjadi sangat sepi dan tentunya Alkitab akan berakhir di Kitab pertama saja, karena tidak ada keturunan manusia setelahnya.
Tujuan tulisan ini tidak sedang menawarkan solusi terhadap kompleksitas kawin cerai yang super njelimet, tetapi untuk menguatkan dan mengokohkan pernikahan-pernikahan yang ada, yang bahkan mungkin sedang berada di ambang perceraian.
Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Korintus berpendapat bahwa setiap pria atau wanita sebaiknya tetap di dalam keadaannya semula. Pasangan suami isteri hendaknya tetap setia satu terhadap yang lain. Ia berpendapat, jika seorang bujangan termasuk duda atau janda, memungkinkan untuk tetap hidup sendiri tanpa pasangan, karena tekadnya yang ingin melayani Tuhan dan terbebas dari beban pernikahan dan keluarga, biarlah hendaknya demikian. Tetapi, jika seorang pria atau wanita memungkinkan untuk menikah, dan tidak tahan bertarak, hendaklah mereka menikah dan jangan kawin cerai lagi, sebaliknya keduanya semestinya menjadi pasangan yang bersatu padu melayani dan memuliakan Tuhan seperti halnya Priskila dan Akwila.
Copyright © 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/
Related Sermons (Get it FREE!):
Conflict Resolutions (Produced by BPH)
Ten Commandment on Marriages (Produced by BPH)
Jesus’ Teaching on Divorce (Produced by GTY)
19:3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Terlepas dari banyaknya kasus atau pertanyaan orang tentang perceraian atau pernikahan kembali, ada terdapat 4 (empat) alasan yang diberikan oleh Yesus tentang mengapa seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya atau menikah lagi dengan wanita lain.
4 (empat) alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sejak awal, Allah telah menciptakan satu orang pria yaitu Adam dan satu orang wanita yaitu Hawa. Tidak ada pilihan, tidak ada alternatif dan tidak ada cadangan.
2. Sepasang suami isteri mempunyai ikatan yang sangat kuat satu sama lain.
3. Sepasang suami isteri adalah satu daging.
4. Pernikahan adalah rancangan Tuhan, pekerjaan dan mujizat Tuhan. Terlepas dari apa agama atau keyakinan seseorang.
Ke-empat alasan tadi semestinya dapat dijadikan dasar atau alasan oleh sepasang suami isteri agar tidak bercerai atau menikah lagi. Apalagi jika konflik atau permasalahan yang dihadapi hanya seputar komunikasi yang kurang cocok atau hubungan yang kurang harmonis. Dengan kata-kata lain, ada 4 alasan yang lebih kuat untuk mempertahankan pernikahan lebih dari alasan-alasan untuk bercerai.
Memang, Yesus juga menyebutkan satu hal yang dapat dijadikan alasan untuk bercerai yaitu perzinahan. Namun, jika seorang suami tetap mau setia terhadap isteri yang jatuh ke dalam perzinahan, itu adalah pilihan yang mulia. Pilihan yang menunjukkan belas kasihan dan pengampunan yang sangat besar terhadap isteri yang berdosa. Pilihan yang sama seperti yang telah dilakukan Tuhan terhadap kita yang berdosa. Ia mengasihi, mengampuni, dan berbelas kasihan terhadap kita.
Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di zaman Yesus, orang-orang Yahudi khususnya orang Farisi begitu mudah menceraikan isterinya. Mereka dapat menceraikan isterinya dengan alasan apa saja, setiap saat setiap waktu. Cukup dengan menerbitkan surat cerai, mereka pun dapat mengusir isteri mereka dari rumah. Entahkah dengan alasan yang sepele atau alasan yang dibuat-buat.
Jadi, situasi di zaman itu adalah situasi yang sangat merugikan bagi para wanita. Sebaliknya, situasi semacam itu melahirkan pria-pria pezinah, yang tidak setia dan tidak bertanggung jawab. Apalagi orang Farisi, mereka berpotensi menjadi petinggi-petinggi agama yang cabul dan munafik (band. Mat 23:14). Apa yang mereka tanyakan kepada Yesus sesungguhnya bukan untuk belajar atau berubah dari kebiasaan bercerai yang seringkali mereka lakukan. Melainkan, untuk mencobai Yesus sehingga terjebak ke dalam perangkap yang mereka siapkan.
Orang-orang Farisi sebenarnya ingin mengadu Yesus terhadap ketetapan para rabi Yahudi dan taurat Musa. Tetapi mereka tidak berhasil karena Yesus menjawab dengan dasar yang lebih kuat daripada Musa dan para rabi. Ia merujuk ke kitab Kejadian dan berkata kepada mereka: "Tidakkah engkau baca…" Betapa meyakinkannya jawaban Yesus tersebut. Di samping itu Ia pun mengejutkan orang-orang Farisi dengan menyadarkan bahwa jawaban atas pertanyaan yang memojokkan itu ternyata ada di halaman depan kitab Kejadian yaitu tentang Adam dan Hawa.
Perceraian atau pernikahan kembali yang terjadi saat ini sesungguhnya lebih bersifat masalah, konsekuensi atau akibat-akibat dari dosa-dosa manusia. Alkitab dengan jelas mengatakannya. Mari perhatikan kronologi tentang Adam dan Hawa berikut ini:
1. Hawa jatuh ke dalam dosa sebelum Adam.
2. Hawa mempengaruhi Adam sehingga jatuh ke dalam dosa. Hal ini menandakan adanya pergeseran siapa adalah pemimpin siapa.
3. Sejak jatuh ke dalam dosa, wanita mendapat kutukan. Selain merasakan sakit saat melahirkan, ia pun akan mempunyai keinginan untuk mengontrol atau memimpin (band. Kej 3:16).
Patut diakui bahwa pembahasan seputar cerai dan kawin lagi mempunyai kompleksitas yang super njelimet. Pernah satu kali saya terlibat diskusi yang kemudian berubah menjadi debat. Orang-orang yang terlibat diskusi kebetulan adalah orang-orang yang sedang mengalami masalah pernikahan yang serius. Di antara mereka ada yang sedang akan bercerai karena kekerasan dalam rumah tangga, ada yang sudah bercerai, ada pula yang berulang kali sudah bercerai. Ada yang akan menikah lagi, ada pula yang beristeri lima dan sedang galau dan kacau hidupnya.
Pada akhirnya, saya bertanya dalam hati, haruskah Tuhan menjawab kompleksitas yang super njelimet semacam ini? Haruskah Ia menyediakan setiap solusi terhadap hubungan kawin-cerai? Haruskah Ia menyediakan pilihan atau alternatif bagi setiap pasangan yang tidak dapat menerima nasihat? Atau, bukankah semestinya setiap pasangan pernikahan harus kembali kepada desain ideal dan original dari Allah yaitu satu pria, satu wanita, satu kesatuan, dan satu daging, keduanya tidak dapat terpisahkan. Jika Adam dan Hawa bercerai sejak dulu, bukankah taman Eden akan menjadi sangat sepi dan tentunya Alkitab akan berakhir di Kitab pertama saja, karena tidak ada keturunan manusia setelahnya.
Tujuan tulisan ini tidak sedang menawarkan solusi terhadap kompleksitas kawin cerai yang super njelimet, tetapi untuk menguatkan dan mengokohkan pernikahan-pernikahan yang ada, yang bahkan mungkin sedang berada di ambang perceraian.
Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Korintus berpendapat bahwa setiap pria atau wanita sebaiknya tetap di dalam keadaannya semula. Pasangan suami isteri hendaknya tetap setia satu terhadap yang lain. Ia berpendapat, jika seorang bujangan termasuk duda atau janda, memungkinkan untuk tetap hidup sendiri tanpa pasangan, karena tekadnya yang ingin melayani Tuhan dan terbebas dari beban pernikahan dan keluarga, biarlah hendaknya demikian. Tetapi, jika seorang pria atau wanita memungkinkan untuk menikah, dan tidak tahan bertarak, hendaklah mereka menikah dan jangan kawin cerai lagi, sebaliknya keduanya semestinya menjadi pasangan yang bersatu padu melayani dan memuliakan Tuhan seperti halnya Priskila dan Akwila.
Copyright © 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/
Related Sermons (Get it FREE!):
Conflict Resolutions (Produced by BPH)
Ten Commandment on Marriages (Produced by BPH)
Jesus’ Teaching on Divorce (Produced by GTY)