Selasa, 30 Juni 2009

SEKTE-SEKTE DI DUNIA KRISTEN (Bagian 4)

Amsal 3:5 menyatakan “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”

Jika Mormon menjadi salah karena tambahan kitab nya yang lain, Science of The Mind menjadi salah karena tidak membiarkan Alkitab berbicara. Kelompok tersebut tampaknya sudah mempunyai ide atau konsep relijius sebelum mengadakan pembacaan Alkitab. Dengan demikian, mereka menolak pengajaran Alkitab yang sesungguhnya. Sebaliknya, mengutip ayat-ayat yang disukai, yang cocok dan yang dapat mendukung ide atau pemikiran mereka saja.

Science of The Mind tidak mengerti dan percaya akan ilham Allah terhadap tulisan-tulisan Kitab Suci. Bahwa Allah-lah yang mengilhami, Roh Kudus yang mendorong, para rasul dan para nabi yang mengatakan dan menuliskannya. Allah menyentuh bibir Yesaya. Ia juga menjamah mulut nabi Yeremia. Suatu pertanda bahwa Allah serius dengan setiap kata. Ia bukan hanya memberikan ide atau konsep relijius tanpa kata-kata, karena jika demikian, maka setiap kata di Alkitab patut diabaikan. Sebagai gantinya, manusia dapat menyatakan sejumlah point yang dianggap penting saja. Setelahnya, tidak perlu pembacaan, pendalaman, atau penyelidikan Alkitab lebih lanjut. Sikap semacam ini sangat berbeda dengan sikap orang Berea yang teliti yang dinilai Alkitab sebagi orang-orang yang lebih baik hatinya (band. Kis 17:11).

Menurut penilaian saya, Science of The Mind adalah ‘pencuri’ nilai-nilai Alkitab. Mereka mengambil nilai-nilai tertentu demi kepentingan hidup di dunia. Sehingga dengan demikian mereka dapat mempunyai kehidupan yang sukses dan bahagia. Tidak perlu percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, apalagi percaya bahwa Ia adalah satu dari tiga pribadi Allah. Cukup percaya bahwa Yesus adalah guru yang hebat.

Science of the Mind sesungguhnya adalah ajaran yang sangat berbahaya meskipun tampaknya indah dan mempesona. Mengapa saya katakan demikian? Karena, ajaran tersebut mengeliminasi sikap “takut akan Tuhan”, demikian juga “takut akan penghakiman-Nya”. Science of the Mind mengabaikan tanda-tanda bahaya, alarm atau rambu-rambu yang semestinya diperhatikan dengan serius dan hati-hati. Akibatnya, orang-orang semacam itu menghadapi bahaya maut dengan sikap santai dan tidak mau tahu.

Secara ringkas, ada terdapat 6 (enam) hal penting yang mengalami degradasi, tereleminasi atau terabaikan oleh Science of the Mind:
1. Science of the Mind mengeliminasi “takut akan Tuhan”
2. Science of the Mind mengeliminasi pengharapan orang Kristen terhadap Surga.
3. Science of the Mind men-down grade posisi Yesus Kristus, dari Tuhan dan Juruselamat menjadi guru yang hebat.
4. Science of the Mind tidak percaya dengan adanya dosa dan iblis. Dengan demikian mereka men-down grade seruan pertobatan, peringatan (warning), nasihat-nasihat Alkitab yang lebih serius intensitasnya.
5. Science of the Mind merasionalisasi tulisan-tulisan Alkitab secara ekstrim.
6. Science of the Mind mengeliminasi cara atau kehendak Allah dengan “how to think”.

Dengan berpikir seperti Science of the Mind, sesungguhnya, seseorang secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung, sedang menganggap atau menilai tokoh-tokoh Alkitab sebagai orang-orang yang bodoh. Bahwa para nabi, para rasul, orang-orang yang taat dan setia kepada Allah di zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sesungguhnya sia-sia saja menghadapi banyak tantangan, ancaman atau bahaya. Karena, menurut Science of the Mind eksistensi dosa, iblis, sorga, dan neraka itu tidak real atau tidak ada. Artinya, para nabi, para rasul, termasuk Kristus seolah-olah sedang menjalani ilusi, kebohongan atau kehidupan yang tidak nyata.

Sangat jelas bahwa Science of the Mind salah dalam kesimpulan-kesimpulannya. Karena, mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Yesus adalah nyata. Kebangkitan dan kenaikan-Nya ke sorga adalah nyata. Orang-orang yang mendengarkan dan menyaksikan-Nya bergetar, kagum, terharu, berteriak, melompat, memuji, menyembah, takut, segan, hormat, bahkan tak dapat berkata-kata.

Satu pesan penting dari Alkitab bagi Science of the Mind atau terhadap orang-orang yang berpikir serupa adalah “takut akan Tuhan karena itu adalah permulaan pengetahuan”. Tanpa sikap tersebut, manusia tidak akan pernah tahu dan mengerti bahwa Tuhan yang punya kuasa dan otoritas sedang menyampaikan pesan yang sungguh dan serius, yang harus diperhatikan, didengarkan dengan hati-hati, dengan sikap yang hormat, takut dan gentar. Dengan demikian, seseorang akan patuh, tunduk, taat, dan setia kepada Tuhan, jauh dari rasionalisme yang sombong, menyepelekan, dan anggap enteng.


RELATED LINKS:
http://en.wikipedia.org/wiki/Religious_Science
http://www.religiousscience.org/ucrs_site/our_founder/first_religious.html
http://www.religiousscience.org/ucrs_site/philosophy/faq.html



Copyright (c) 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Tidak ada komentar: