Senin, 08 Juni 2009

GEREJA DAN PEMERINTAH

Bacaan: Roma 13:1-4
13:1 Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.
13:2 Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
13:3 Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya.
13:4 Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.

Gereja dan Pemerintah adalah 2 (dua) institusi yang berbeda. Gereja adalah institusi yang berasal dari Tuhan yang menangani hal-hal yang berpusat pada kerohanian yang kemudian juga dapat menyentuh hal lainnya seperti: jasmani, mental dan sosial. Sedangkan, Pemerintah adalah institusi manusia yang eksistensinya di-izinkan Tuhan atau ada di bawah kontrol Tuhan. Pemerintah yang ideal menangani hal-hal yang berpusat pada kepentingan masyarakat secara umum dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Pemerintah mengelola, mem-fasilitasi, menjaga, mengawasi dan melindungi masyarakat secara umum. Jadi, sejatinya gereja dan pemerintah bukanlah institusi yang bertentangan atau bermusuhan satu terhadap yang lain.

Memang, ada kalanya pemerintah dari suatu negara atau kerajaan tidak suka terhadap orang Kristen. Mereka membenci, menganiaya bahkan seolah-olah ingin melenyapkan gereja dari muka bumi ini. Pemerintah yang semacam ini tentunya bukanlah pemerintah yang ideal melainkan pemerintah yang jahat, korup, egois, tidak adil dan tidak bijaksana. Mungkin saja intimidasi atau penindasan yang mereka lakukan berdasar atas kepentingan pribadi atau golongan.

Pertanyaannya, jika pemerintah dalam kondisi tidak idealnya, yaitu seperti yang barusan dijelaskan tadi, bagaimanakah gereja atau orang-orang Kristen harus bersikap?

Sebelum menjawab hal ini lebih jauh, mari perhatikanlah hidup dan teladan yang Yesus berikan. Bacalah Kitab-Kitab Injil dan perhatikanlah sikap dan tindakan-Nya di tengah pemerintahan yaitu penjajah Romawi. Seperti biasanya, bangsa jajahan selalu mengalami pengurangan hak dan penambahan kewajiban. Di zaman itu, bangsa Yahudi juga mengalami keterpurukan secara ekonomi. Dan, dalam kondisi yang berat dan sukar tersebut, mereka pun harus membayar pajak kepada kaisar.

Tidak heran, mengapa alkitab mencatat tentang tanya-jawab di antara Yesus dan orang-orang Farisi mengenai pajak kepada kaisar. Orang Farisi bertanya: apakah dibenarkan jika bangsa Yahudi membayar pajak kepada kaisar. Pertanyaan orang Farisi lagi-lagi adalah pertanyaan yang ingin menjebak Yesus supaya bisa menangkap-Nya masuk ke dalam perangkap kelicikan mereka. Di tambah lagi, saat melontarkan pertanyaan tersebut, mereka sedang disaksikan oleh tentara-tentara Romawi yang siap sedia menangkap Yesus dan membawa-Nya ke pengadilan.

Orang Farisi memang tidak menyadari kejeniusan Yesus dan kelurusan hati-Nya. Tampaknya, mereka tidak mempunyai pandangan atau konsep yang benar tentang bagaimana bersikap dan memposisikan diri di tengah pemerintah dan situasi politik yang tidak menguntungkan. Besar kemungkinannya, orang Farisi bukanlah pembayar pajak yang patuh dan taat melainkan pemain petak umpet yang ulung yang menghindari pembayaran pajak. Demikian pula halnya orang-orang Zelot, bukan saja merasa terhina jika harus membayar pajak kepada Roma, mereka pun secara aktif dan terang-terangan menentang pemerintah. Mereka berjuang dan berperang secara fisik demi kemerdekaan bangsa Yahudi.

Jadi, apakah orang Kristen harus bersikap seperti orang Farisi atau orang Zelot? Atau, menjadi pecundang yang pasrah kepada keadaan?

Yesus menjawab orang-orang Farisi dengan menunjukkan gambar kaisar yang ada di atas keping uang yang berlaku saat itu. Ia menyatakan: ”Berilah kepada kaisar apa yang wajib diberikan kepada kaisar dan berilah kepada Tuhan apa yang wajib diberikan kepada-Nya.” Artinya, manusia patut menunaikan kewajiban-kewajibannya. Ada kewajiban terhadap pemerintah, ada pula kewajiban terhadap Tuhan. Dan yang paling tinggi adalah terhadap Tuhan. Jika kewajiban terhadap Tuhan terhalang oleh pemerintah, maka tanpa bermaksud jahat dan kurang ajar, orang Kristen tentu saja memilih Tuhan.

Selain menunaikan kewajibannya, gereja atau orang-orang Kristen perlu mendoakan pemerintah, sebagai tanda atau bukti kepedulian dan partisipasinya. Orang Kristen tidak semestinya berjuang atau berperang secara aktif, anarkis, dan penuh dengan kekerasan. Mengapa? Karena tindakan semacam itu adalah dosa yang dibayang-bayangi oleh kebencian, kemarahan, kegeraman dan kepahitan.

Orang Kristen percaya akan adanya “perang rohani” yang sama sekali berbeda dengan “perang jasmani”. Perang rohani bukanlah perang melawan manusia atau bangsa-bangsa tetapi melawan roh-roh jahat di udara, penguasa-penguasa kegelapan, dosa, kedagingan, ajaran sesat, dan yang palsu (band. Ef 6:12).

Perang rohani berlangsung tanpa disadari oleh manusia pada umumnya. Ia ada di balik dendam dan sakit hati. Di balik pikiran dan keinginan yang jahat. Di balik kelicikan dan keserakahan. Di balik kebebalan dan ketidak patuhan. Di balik dosa-dosa ia berada. Entahkah di dalam konflik antar bangsa atau konflik intern antar rumah tangga bahkan antar individu selalu ada terdapat hal yang lebih mendasar dan lebih serius yaitu perang rohani yang berada dibaliknya.



Copyright (c) 2009 by Naek http://www.nevermissingqt.blogspot.com/



Related Product:
Bahaya Politisasi Agama oleh Richard Daulay (Penerbit BPK Gunung Mulia)

Tidak ada komentar: