Paham atau doktrin presiden AS ke 43, George W Bush dapat dijadikan bahan evaluasi dan pembelajaran tentang kekristenan dan politik.
Memang, pasca peristiwa hancurnya dua tower WTC di Amerika Serikat tanggal 11 September 2001, upaya war on terror George W Bush disambut positif oleh bangsa AS termasuk bangsa-bangsa di seluruh dunia. Tetapi, ketika serangan militer melebar, dari pengejaran Osama Bin Laden menjadi preventive war terhadap Iraq, masyarakat dunia menjadi bingung, enggan dan risih mendengarkan berita-berita perang tersebut. Di tambah lagi, George W Bush tidak menghiraukan PBB termasuk juga ayahnya, yang juga mantan presiden AS, George H W Bush, menangis akibat sikap dan keputusannya.
George W Bush tidak kehabisan akal, ia meyakinkan dunia khususnya masyarakat amerika bahwa terrorist sedang siap sedia. Ia menyatakan bahwa terrorist tersebut sudah merencanakan kehancuran Amerika dan sedang akan segera merealisasikannya. Itulah alasannya, mengapa George W Bush mengadakan preventive war yaitu memulai perang sebelum diperangi. Tak lama setelah itu, hujan peluru pun jatuh di negeri Irak di-ikuti rudal-rudal yang mendarat dan meledak di tanah kelahiran Saddam Hussein tersebut. Korban-korban jiwa pun jatuh tak terelakkan.
Bahayanya, Bush menyebut perang tersebut dalam pidato resminya sebagai crusades yaitu perang salib. Suatu istilah yang berpotensi menciptakan perang antara Kristen dan Islam. Istilah yang dapat memprovokasi dan melibatkan orang-orang lain yang tidak semestinya terlibat itu pun, akhirnya direvisi menjadi preventive war bukan crusades.
Selain hal itu, secara relijius, George W Bush diketahui dekat dengan penginjil terkenal nomor satu di dunia yaitu Billy Graham, bahkan ia mengakui pernah belajar alkitab dari nya. Media masa dan elektronik pun mencatat pernyataan Bush yang pernah menyatakan bahwa ia adalah pemimpin yang dipilih Tuhan untuk memimpin bangsa-Nya. Bayangkan, dengan semua itu, apa yang mungkin disimpulkan orang-orang yang beragama islam tentang George W Bush, Billy Graham dan ajaran Kristen? Sangat mungkin, mereka mengira bahwa orang Kristen sedang mengangkat senjata dan siap menyerang islam. Orang-orang yang apatis dan tidak beragama pun mungkin mencibir dan semakin yakin bahwa agama hanya mendatangkan masalah dan pertikaian saja.
Untung saja, sejumlah gereja-gereja di AS mencermati masalah sensitif ini dan berinisiatif meminta maaf kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas kesalahan sikap, keputusan dan tindakan presiden mereka, George W Bush. Jika tidak, bukan saja sepatu yang berani dilemparkan wartawan iraq terhadap presiden AS, tetapi banyak aksi beragam lainnya yang dapat ditimbulkan akibat kepahitan-kepahitan yang terpendam.
Melalui peristiwa ini, patut kita belajar untuk tidak mencampur adukkan antara kekristenan, gereja dan politik. Mengapa? Karena terbukti secara historis, kekristenan atau gereja mempunyai kenangan-kenangan traumatis ketika dikawinkan dengan politik. Ia digunakan sebagai alat untuk mencapai cita-cita dan kepentingan-kepentingan yang duniawi yang tidak semestinya. Terlepas dari seperti apa kepentingan dan cita-cita tersebut, gereja tidak menjadi sebagaimana mestinya biblical church melainkan menjadi sesuatu yang lain, yang berbeda, dan menyesatkan.
Padahal, Kristus sendiri tidak pernah melakukan hal semacam itu. Bagaimana orang Kristen dapat disebut sebagai Kristen jika melakukan hal-hal yang demikian. Bukankah secara etimologi, arti kata Kristen itu adalah berarti pengikut Kristus? Bagaimana mungkin seorang disebut sebagai pengikut-Nya jika ia tidak menunjukkan kesamaan atau ciri seperti Dia?
Ditinjau dari kehidupan Kristus di dunia, kekristenan ala Bush juga sangat berbeda bahkan bertolakbelakang. Kristus tidak mengambil kesempatan dan tawaran dari sejumlah besar massa untuk menjadikan Dia pemimpin politik di zaman-Nya, meskipun Ia mempunyai kemampuan intelektual dan supranatural yang luar biasa dan sempurna. Mengapa? Karena visi dan misi Yesus sangat amat berbeda. Waktu itu, Ia sedang akan bergerak mencapai sesuatu yang akan menjadi bahan tertawaan dan olok-olok bagi banyak orang. Ia akan ditangkap, menderita aniaya, disalib dan berjanji akan bangkit pada hari ketiga.
Banyak orang tidak tahu apa yang sedang Ia lakukan, apa tujuan-Nya. Orang-orang pun tidak mengerti mengapa Ia melakukan-Nya, termasuk murid-murid-Nya, termasuk Pilatus, termasuk orang yang disalib di sebelah kiri-Nya, termasuk siapa saja di zaman itu.
Yesus menyatakan bahwa Kerajaan-Nya bukanlah dari dunia ini tetapi dari Sorga. Ia mendoakannya dan menantikannya datang ke dunia. Kerajaan itu adalah gereja.
Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga (Luk 11:2)
Jadi, selain Kristus sendiri tidak berpolitik, Kerajaan-Nya yang datang ke dunia yaitu gereja pun pastilah juga demikian. Tidak berpolitik. Jika tidak demikian, gereja akan jauh dari Tuhan, jauh dari tujuan-Nya, jauh dari misi-Nya, dan jauh dari pesan-Nya.
Related Product & Link:
Richard M. Daulay, penulis buku Bahaya Politisasi Agama (Penerbit Libri)
http://en.wikipedia.org/wiki/George_W._Bush
Memang, pasca peristiwa hancurnya dua tower WTC di Amerika Serikat tanggal 11 September 2001, upaya war on terror George W Bush disambut positif oleh bangsa AS termasuk bangsa-bangsa di seluruh dunia. Tetapi, ketika serangan militer melebar, dari pengejaran Osama Bin Laden menjadi preventive war terhadap Iraq, masyarakat dunia menjadi bingung, enggan dan risih mendengarkan berita-berita perang tersebut. Di tambah lagi, George W Bush tidak menghiraukan PBB termasuk juga ayahnya, yang juga mantan presiden AS, George H W Bush, menangis akibat sikap dan keputusannya.
George W Bush tidak kehabisan akal, ia meyakinkan dunia khususnya masyarakat amerika bahwa terrorist sedang siap sedia. Ia menyatakan bahwa terrorist tersebut sudah merencanakan kehancuran Amerika dan sedang akan segera merealisasikannya. Itulah alasannya, mengapa George W Bush mengadakan preventive war yaitu memulai perang sebelum diperangi. Tak lama setelah itu, hujan peluru pun jatuh di negeri Irak di-ikuti rudal-rudal yang mendarat dan meledak di tanah kelahiran Saddam Hussein tersebut. Korban-korban jiwa pun jatuh tak terelakkan.
Bahayanya, Bush menyebut perang tersebut dalam pidato resminya sebagai crusades yaitu perang salib. Suatu istilah yang berpotensi menciptakan perang antara Kristen dan Islam. Istilah yang dapat memprovokasi dan melibatkan orang-orang lain yang tidak semestinya terlibat itu pun, akhirnya direvisi menjadi preventive war bukan crusades.
Selain hal itu, secara relijius, George W Bush diketahui dekat dengan penginjil terkenal nomor satu di dunia yaitu Billy Graham, bahkan ia mengakui pernah belajar alkitab dari nya. Media masa dan elektronik pun mencatat pernyataan Bush yang pernah menyatakan bahwa ia adalah pemimpin yang dipilih Tuhan untuk memimpin bangsa-Nya. Bayangkan, dengan semua itu, apa yang mungkin disimpulkan orang-orang yang beragama islam tentang George W Bush, Billy Graham dan ajaran Kristen? Sangat mungkin, mereka mengira bahwa orang Kristen sedang mengangkat senjata dan siap menyerang islam. Orang-orang yang apatis dan tidak beragama pun mungkin mencibir dan semakin yakin bahwa agama hanya mendatangkan masalah dan pertikaian saja.
Untung saja, sejumlah gereja-gereja di AS mencermati masalah sensitif ini dan berinisiatif meminta maaf kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas kesalahan sikap, keputusan dan tindakan presiden mereka, George W Bush. Jika tidak, bukan saja sepatu yang berani dilemparkan wartawan iraq terhadap presiden AS, tetapi banyak aksi beragam lainnya yang dapat ditimbulkan akibat kepahitan-kepahitan yang terpendam.
Melalui peristiwa ini, patut kita belajar untuk tidak mencampur adukkan antara kekristenan, gereja dan politik. Mengapa? Karena terbukti secara historis, kekristenan atau gereja mempunyai kenangan-kenangan traumatis ketika dikawinkan dengan politik. Ia digunakan sebagai alat untuk mencapai cita-cita dan kepentingan-kepentingan yang duniawi yang tidak semestinya. Terlepas dari seperti apa kepentingan dan cita-cita tersebut, gereja tidak menjadi sebagaimana mestinya biblical church melainkan menjadi sesuatu yang lain, yang berbeda, dan menyesatkan.
Padahal, Kristus sendiri tidak pernah melakukan hal semacam itu. Bagaimana orang Kristen dapat disebut sebagai Kristen jika melakukan hal-hal yang demikian. Bukankah secara etimologi, arti kata Kristen itu adalah berarti pengikut Kristus? Bagaimana mungkin seorang disebut sebagai pengikut-Nya jika ia tidak menunjukkan kesamaan atau ciri seperti Dia?
Ditinjau dari kehidupan Kristus di dunia, kekristenan ala Bush juga sangat berbeda bahkan bertolakbelakang. Kristus tidak mengambil kesempatan dan tawaran dari sejumlah besar massa untuk menjadikan Dia pemimpin politik di zaman-Nya, meskipun Ia mempunyai kemampuan intelektual dan supranatural yang luar biasa dan sempurna. Mengapa? Karena visi dan misi Yesus sangat amat berbeda. Waktu itu, Ia sedang akan bergerak mencapai sesuatu yang akan menjadi bahan tertawaan dan olok-olok bagi banyak orang. Ia akan ditangkap, menderita aniaya, disalib dan berjanji akan bangkit pada hari ketiga.
Banyak orang tidak tahu apa yang sedang Ia lakukan, apa tujuan-Nya. Orang-orang pun tidak mengerti mengapa Ia melakukan-Nya, termasuk murid-murid-Nya, termasuk Pilatus, termasuk orang yang disalib di sebelah kiri-Nya, termasuk siapa saja di zaman itu.
Yesus menyatakan bahwa Kerajaan-Nya bukanlah dari dunia ini tetapi dari Sorga. Ia mendoakannya dan menantikannya datang ke dunia. Kerajaan itu adalah gereja.
Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga (Luk 11:2)
Jadi, selain Kristus sendiri tidak berpolitik, Kerajaan-Nya yang datang ke dunia yaitu gereja pun pastilah juga demikian. Tidak berpolitik. Jika tidak demikian, gereja akan jauh dari Tuhan, jauh dari tujuan-Nya, jauh dari misi-Nya, dan jauh dari pesan-Nya.
Related Product & Link:
Richard M. Daulay, penulis buku Bahaya Politisasi Agama (Penerbit Libri)
http://en.wikipedia.org/wiki/George_W._Bush
Tidak ada komentar:
Posting Komentar