Senin, 31 Agustus 2009

Komunikasi Apologis yang Efektif (Bagian 2)

Seorang apologis semestinya jangan pernah terjebak ke dalam diskusi atau debat filsafat. Karena firman Tuhan bukanlah filsafat, demikian pula filsafat bukanlah firman Tuhan. Filsafat berasal dari dunia sedangkan firman Tuhan berasal dari Sorga. Filsafat adalah kemampuan atau kekuatan manusia di dalam berpikir dan berusaha menemukan hubungan atau jawaban logis tentang atau terhadap segala sesuatu, tetapi Alkitab adalah penyataan Allah. Filsafat hanyalah logika dan rasio semata tetapi firman Tuhan jauh lebih dari itu. Ia bukan kata-kata biasa. 1 Tesalonika pasal 1 ayat 5 mengatakan:”Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh…” Dengan kata lain, filsafat dan firman Tuhan adalah sangat berbeda secara mendasar. Keduanya tidak dapat diperbandingkan, disetarakan, atau pun disejajarkan.

Bagi saya, adalah justru sangat logis dan rasional jika kita menyimpulkan dan menyatakan bahwa logika dan rasio semata tidak akan pernah berhasil membawa atau menghantarkan manusia kepada Tuhan melainkan iman. Iman yang timbul dari pendengaran terhadap firman-Nya yaitu Alkitab (band. Roma 10:17). Contohnya, seperti apakah logika atau rasio manusia menjelaskan dari mana ia berasal? Apa yang semestinya ia lakukan di dalam hidupnya sebagai manusia? Apakah tujuan hidupnya dan kemanakah ia akan pergi setelah mati? Saya percaya bahwa Anda pasti sudah dapat menduga akan seperti apakah logika atau rasio kita menjawab dan menjelaskan tentang semua itu. Tentu tidak akan sama dengan Alkitab. Mengapa? Karena logika dan rasio hanya dapat menjawab berdasarkan apa yang dapat dilihat oleh mata dan yang dapat didengar oleh telinga. 1 Korintus pasal 2 ayat 9 mengatakan:”Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” Artinya, firman Tuhan adalah sesuatu yang baru yang berbeda bagi manusia. Ia adalah penyataan yang diberikan kepada manusia atas inisiatif Tuhan sendiri. Sesuatu semacam interfensi dari sorga ke dunia. Out of the box.

Jadi, tidak heran mengapa Alkitab dimulai dengan iman. Kejadian pasal 1 mengatakan bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi dan segala isinya dalam waktu enam hari, dari yang tidak ada menjadi ada, dengan cara berfirman. Bukankah ini hanya dapat dimengerti atau diterima dengan iman saja bukan logika atau rasio?

Filsafat tidak akan pernah menerima iman. Mengapa? Karena jika ia menerima iman maka ia bukan lagi filsafat. Sebaliknya, Alkitab dimulai dengan iman, dimengerti dan diterima dengan iman. Mengapa? Karena ia adalah penyataan khusus Tuhan. Penyataan Tuhan yang pertama adalah melalui alam semesta (band. Roma 1:19-20). Langit, bumi dan segala isinya sesungguhnya diciptakan Tuhan bukan saja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia tetapi juga sebagai penyataan diri Tuhan kepada manusia. Sehingga, melalui ciptaan-Nya, manusia dapat mengenal Dia bahwa Ia adalah Tuhan yang Maha Kuasa, bahwa Ia adalah pribadi yang intelek jauh di atas manusia, bahwa Ia peduli, mengasihi, dan memerhatikan manusia. Tetapi, alam semesta saja tidaklah cukup bagi manusia untuk dapat mengenal Tuhan. Manusia butuh sesuatu yang lebih jelas dan yang lebih nyata lagi dan Tuhan tahu kebutuhan tersebut. Oleh sebab itu, Tuhan menyatakan diriNya dengan lebih jelas lagi melalui Alkitab yaitu firman yang dihasilkan oleh Roh Kudus dengan nabi-nabi dan rasul-rasul sebagai mediaNya (band. 2 Pet 1:20-21).

Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mengetahui apakah Alkitab berasal dari Tuhan atau tidak? Saat ini saya tidak akan berusaha menjawabnya berdasarkan informasi-informasi eksternal Alkitab melainkan dari dalamnya, yaitu dari Alkitab sendiri. Biarlah ia yang akan memberikan jawabannya kepada Anda dan saya.

Satu hal penting yang harus kita ketahui adalah bahwa Alkitab dituliskan oleh nabi-nabi dan rasul-rasul. Mereka dipilih oleh Tuhan bukan sebaliknya yang memilih Tuhan. Di Keluaran 4 ayat 12 Tuhan berfirman kepada Musa: ”…pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kau katakan.” Ini disampaikanNya pada saat memilih, menetapkan dan akan mengirim atau mengutus Musa sebagai nabi. Dengan kata lain, sebelum seseorang berbicara atas nama Tuhan, mewakiliNya, menjadi alat atau nabiNya yang menyampaikan firmanNya, ia terlebih dahulu harus menerima firman secara langsung dari Tuhan.

Secara etimologi, arti kata nabi (prophet) juga menjelaskan hal ini yaitu yang menyampaikan kata-kata atau tulisan-tulisan yang berasal dari Tuhan (prophecies). Ulangan 18 ayat 18 juga mengatakan hal yang sama: ”seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” Demikian juga Yeremia pasal 1 ayat 9 mengungkapkan bahwa sebelum Tuhan mengirim atau mengutus nabi Yeremia, Tuhan mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutnya; Tuhan berfirman kepada Yeremia:”Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.” Dan, di Yehezkiel pasal 3 ayat 1 dan 2, Tuhan berfirman kepada Yehezkiel:”Hai anak manusia, makanlah apa yang engkau lihat di sini; makanlah gulungan kitab ini dan pergilah, berbicaralah kepada kaum Israel.”

Dari kutipan ayat-ayat tadi dapat kita temukan konsistensi tentang bagaimana Tuhan menyampaikan firman-Nya melalui nabi-nabi. Tidak ada subjektifitas dari orang-orang yang akan diutus atau dikirimNya. Tidak ada campur aduk, pikiran, pendapat, atau kepentingan dari atau oleh manusia tetapi Tuhan saja. Hanya firman-Nya, perkataan-perkataan-Nya saja yang mereka terima dan sampaikan. Wahyu pasal 22 ayat 18 sampai 19, menunjukkan sikap yang serius dan sungguh dari rasul Yohanes terhadap setiap kata yang diterima dan disampaikannya dari Tuhan. Ia berkata:”…jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.” Ini berarti bahwa ada terdapat konsistensi sikap yang serius dan sungguh juga dari nabi-nabi atau rasul-rasul yang menyampaikan firman Tuhan. Dengan kata lain, bukan saja Tuhan yang menyampaikan setiap kata tanpa terkorupsi atau terkontaminasi tetapi nabi-nabi dan rasul-rasul pun juga demikian, mereka tidak menambahi atau pun menguranginya.

Jadi, penyataan Tuhan yang pertama adalah melalui alam semesta, yang kedua adalah melalui Alkitab, dan yang ketiga yang akan saya jelaskan sesaat lagi adalah Firman yang hidup yaitu Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal (band. Yoh 1:1;14; 1 Yoh 1:1; Yoh 3:16). Dari Yesus, oleh Yesus atau melalui Yesus, kita melihat Bapa. Yohanes 14 ayat 9 mengatakan:”… Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;….” Bahkan jauh sebelumnya, nabi Yesaya pun sudah menubuatkan ini bahwa Yesus adalah Immanuel yang artinya Allah beserta atau bersama-sama dengan kita.

Jika seorang apologis menghadapi pendebat yang tulus, yang sungguh-sungguh ingin belajar dan mengerti, maka tidak ada cara yang lebih efektif selain menyampaikan firman Tuhan, tetapi jika ia berhadapan dengan pendebat yang tidak tulus, maka tidak ada cara lain yang lebih efektif selain mengebaskan debu dari kakinya.



Copyright (c) 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/

Tidak ada komentar: