Sun, Aug 30, 2009
Naek & Lenda Residence
PDA Harapan Indah Bekasi
Married Ministry
Seorang apologis semestinya jangan pernah terjebak ke dalam diskusi atau debat filsafat. Karena firman Tuhan bukanlah filsafat, demikian pula filsafat bukanlah firman Tuhan. Filsafat berasal dari dunia sedangkan firman Tuhan berasal dari Sorga. Filsafat adalah kemampuan atau kekuatan manusia di dalam berpikir dan berusaha menemukan hubungan atau jawaban logis tentang atau terhadap segala sesuatu, tetapi Alkitab adalah penyataan Allah. Filsafat hanyalah logika dan rasio semata tetapi firman Tuhan jauh lebih dari itu. Ia bukan kata-kata biasa. 1 Tesalonika pasal 1 ayat 5 mengatakan:”Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh…” Dengan kata lain, filsafat dan firman Tuhan adalah sangat berbeda secara mendasar. Keduanya tidak dapat diperbandingkan, disetarakan, atau pun disejajarkan.
Selama menjadi seorang Kristen saya sudah mendengar isu-isu yang men-diskreditkan Yesus atau Alkitab, baik secara verbal maupun melalui media masa. Saya percaya bahwa tentu saja orang-orang yang menyebarkannya mempunyai tujuan atau kepentingan tersendiri. Entah itu demi sensasi, popularitas, politisasi, atau mungkin semata-mata karena anti terhadap kekristenan. Saya tidak akan menyebutnya di sini satu per satu tetapi satu hal yang pasti tentang isu-isu tersebut bahwa semuanya terkikis habis, hilang, lenyap ditelan oleh waktu. Tidak ada satu pun dari isu-isu tersebut yang bertahan hingga saat ini.
Ada lima hal menurut saya yang mengakibatkan kesalahan di dalam menginterpretasikan Alkitab. Yang pertama adalah subjektifitas. Subjektifitas biasanya timbul di dalam diri seseorang yang sudah mempunyai pemikiran, kepercayaan atau keyakinan sendiri sebelum mengadakan studi yang komprehensif terhadap Alkitab. Orang yang subjektif menggunakan ayat-ayat Alkitab tertentu untuk mendukung pemikiran, kepercayaan, atau keyakinannya tersebut.
Salah satu bagian dari apologetic adalah bersifat sejarah atau biasa disebut dengan historical apologetic. Artinya adalah penjagaan, pertahanan atau pembelaan terhadap Alkitab yang berkaitan dengan sejarah. Misalnya, tentang evidensi Kristus, tentang sejarah kitab-kitab, tahun, penanggalan, penggalian, arkeologi, dan tentang peneguhan waktu atau catatan sejarah di Alkitab.
Kata apologetic berasal dari bahasa Yunani yaitu “apologia” yang berarti “in defense of”. Kata “defense” sendiri berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai sejumlah sinonim yaitu protection, resistence, guard, security, atau cover yang berarti perlindungan, pertahanan, penjagaan, pengamanan atau pembelaan. Jadi sederhananya, “apologia” berarti “dalam penjagaan terhadap” atau dapat juga berarti yang sinonim dengan arti kata “defense” tersebut. Sekarang yang jadi pertanyaan adalah penjagaan terhadap apa atau siapa? Tergantung di scope atau area mana kita bicara.
Apakah syarat atau kualifikasi dari seorang pendeta, pelayan, pengkhotbah, atau pemimpin rohani? Hampir tidak sama seperti persyaratan personil di dunia sekuler. Pemilihan, penunjukkan, atau pengangkatan pendeta, pelayan, pengkhotbah atau pemimpin rohani sebenarnya lebih menekankan atau mem-fokuskan kepada pertobatan dari pribadi yang dicalonkan, seperti apa teladan, dan kualitas kerohaniannya. Selain itu adalah bahwa ia harus cakap mengajar. Dengan bahasa yang lebih modern, ia harus mempunyai communication skill yang baik termasuk di dalamnya adalah public speaking atau pun one on one (komunikasi orang per orang). Jika seorang pendeta, pelayan, pengkhotbah atau pemimpin rohani juga dapat berkomunikasi tulisan dengan baik, menurut saya, itu adalah satu nilai plus. Mengapa? Karena melalui tulisan ia pun dapat berkomunikasi, mengajar, atau menyampaikan nasihat dengan jelas, detil dan komprehensif. Tetapi, kabar baiknya, communication skill, public speaking, one on one communication, writing skill adalah sesuatu yang dapat dipelajari atau dilatih. Jika seorang calon pemimpin rohani adalah pribadi yang telah bertobat, dan mempunyai kualitas rohani yang baik tentunya itu pun akan tercermin kepada sikap, tindakan, kebiasaan dan tutur katanya juga. Sebaliknya jika tidak, maka kemampuan communication skill belaka akan tampak, terbukti atau dirasakan sebagai sesuatu yang tidak tulus atau pura-pura.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Dasar Praktika Pelayanan, menurut saya, akan lebih baik jika kita menengok kembali keselamatan yang dianugerahkan oleh Tuhan melalui Anak-Nya, Yesus Kristus.
Ditinjau dari proses penciptaan, sangat jelas bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa Tuhan. Mengapa? Karena nafas hidup manusia berasal daripada-Nya. Dengan kata lain, tanpa Dia, manusia hanyalah debu tanah yang tidak hidup.
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. (Kejadian 1:1)