Bacaan: Matius 7:13-24
Di artikel yang pertama dan yang kedua, saya telah menjelaskan sepuluh hal penting tentang keselamatan. Sepuluh hal tersebut adalah sebagai berikut: Yang pertama adalah bahwa keselamatan itu bukanlah hal yang mudah. Yang kedua adalah bahwa keselamatan bukan kerja, bukan pencapaian, dan bukan cara manusia tetapi cara Tuhan. Yang ketiga adalah bahwa keselamatan bukan hal yang tidak jelas atau tidak pasti. Yang ke-empat adalah bahwa keselamatan adalah iman dan kepatuhan terhadap firman dan kehendak Tuhan. Yang kelima adalah bahwa keselamatan bukanlah hal yang mustahil. Yang ke-enam yaitu bahwa keselamatan hanya didapati oleh sedikit orang. Yang ketujuh adalah bahwa di tengah jalan menuju jalan keselamatan terdapat penipu-penipu yaitu nabi-nabi palsu. Yang ke-delapan adalah bahwa orang-orang yang diselamatkan dan yang ada disekitar atau disekeliling mereka akan mengalami ujian, seleksi, atau penghakiman. Yang kesembilan adalah bahwa keselamatan hanya ada satu jalan. Yang kesepuluh adalah bahwa keselamatan adalah Cuma-Cuma.
Sekarang, apakah yang dimaksud dengan keselamatan itu? Apakah Matius 7 ayat 13 sampai 24 berbicara mengenai keselamatan? Jika ya, darimanakah kita dapat mengetahui hal tersebut?
Matius pasal 7 ayat 13 dan 14 adalah tentang keselamatan karena ia merupakan lanjutan dari Khotbah di Bukit yang terdapat di pasal 5 dari Injil Matius. Khotbah di Bukit berbicara tentang bagaimana seseorang dapat mempunyai Kerajaan Sorga, bagaimana seseorang dapat melihat Allah, dan bagaimana ia dapat disebut anak-anak Allah (band. Matius 5: 3, 8, 9, 10). Semua itu mengartikan atau merujuk kepada keselamatan yaitu tentang menjadi warga atau ahli waris KerajaanNya, menjadi anak-anakNya, dan yang akan bertemu dan bertatap muka dengan Dia di Sorga.. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Matius pasal 7 ayat 13 dan 14 adalah berbicara mengenai keselamatan.
Ditinjau dari lambang-lambang atau sejumlah kata yang digunakan, Matius 7 ayat 13 dan 14 adalah singkron dan diperjelas oleh Yohanes pasal 10 ayat 9 yang mengatakan:”Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” Di samping itu juga oleh Yohanes 14 ayat 6 yang mengatakan:”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Lambang-lambang atau sejumlah kata yang terdapat di ayat-ayat tersebut adalah pintu, jalan, kebenaran dan kehidupan. Baca dan perhatikanlah ayat-ayat tersebut sekali lagi di bawah ini:
”Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” (Yohanes 10: 9)
”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14: 6)
”Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Matius 7:13-14)
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pintu yang sesak, jalan yang sempit, kebenaran dan kehidupan adalah Yesus sendiri. Atau, dengan lebih jelas lagi, yang dimaksud dengan “masuk melalui pintu yang sesak dan jalan yang sempit” adalah sama dengan menjadi murid Yesus yang sejati. Dan, menjadi murid Yesus yang sejati adalah sama dengan selamat. Itulah sebabnya mengapa Yesus berkata sebelum Ia naik ke Sorga:”…pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” (band. Matius 28:19-20). Karena, sekali lagi, keselamatan adalah menjadi muridNya dan menjadi muridNya adalah berarti selamat.
Secara historis, kebenaran ini dapat semakin dimengerti juga. Di zaman Yesus banyak orang yang mengikut Dia. Alkitab mencatat hal tersebut berulangkali. Tetapi, tidak semua orang-orang yang mengikut Yesus pada masa itu adalah murid-muridNya. Mereka dapat kita kategorikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok yang pertama adalah keduabelas rasul. Kelompok yang kedua adalah murid-murid Yesus dan kelompok yang ketiga adalah kelompok yang tertarik atau yang ingin tahu tentang Yesus, tentang apa yang Ia katakan dan apa yang Ia lakukan (band. Yohanes 6:66-67).
Menjadi murid Yesus di zaman itu bukanlah hal yang mudah. Itu sama seperti masuk melalui pintu yang sesak dan jalan yang sempit. Apa alasan saya mengatakan demikian? Karena Yesus mengajarkan hal yang berbeda sama sekali dengan manusia. Tidak seorang pun manusia yang pernah berpikir, berbicara, dan mengajar seperti Dia. Matius 7 ayat 28 dan 29 mengatakan:”…takjublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat…” Salah satu contoh, agama-agama di zaman Yesus termasuk orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat percaya bahwa keselamatan dapat dibeli dengan tindakan, perbuatan, aktifitas relijius, ritual, dan lain sebagainya. Bagi mereka, keselamatan seperti sebuah barang yang mahal yang ingin dibeli, dan untuk itu mereka mengumpulkan uang yang sesuai atau dapat mengimbangi harga yang diminta oleh si pemilik atau si penjual barang. Tetapi, Yesus seolah berkata:”Itu salah besar.” Mengapa? Karena justu sebaliknya, kita harus sadar bahwa kita tidak sanggup atau tidak mampu untuk membeli keselamatan. Sebaliknya Dialah yang membeli kita. Semestinya kita menilai diri kita miskin di hadapan Allah. Kita memandang diri tidak layak, tidak sanggup dan tidak mampu berbuat apa pun juga untuk selamat. Sehingga dengan demikian, kita memohon belas kasihan dan kemurahan Tuhan. Bahkan lebih dari itu, kita mengemis kepada Dia dan rela patuh, tunduk, taat, dan setia kepadaNya (band. Matius 5:3; 7:21,24). Jadi, bukannya membeli keselamatan dari Tuhan melainkan dibeli dan dibayar lunas oleh Tuhan.
Bagaimana dengan agama-agama yang lain di zaman Yesus? Apakah mereka mengajarkan hal yang sama seperti Yesus? Sama sekali tidak sama, meskipun jumlah agama tersebut cukup banyak dan sangat bervariasi, tetapi tidak satu pun yang sama atau serupa dengan Yesus. Bahkan, sebagian diantaranya sangat buruk secara moral. Agama-agama besar pada zaman itu berasal dari kerajaan-kerajaan yang besar pula seperti: Mesir, Romawi, Yunani, Babilonia, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, kecuali agama Yahudi, agama-agama di zaman Yesus tidak jauh dari politheisme, pantheisme, atau mistisme. Mereka membuat patung-patung dewa-dewa, membangun atau mendirikan kuil-kuil, mempersembahkan korban, dan melakukan aktifitas agamawi yang biasanya juga disertai dengan kemabukan, pesta-pora, percabulan, pembunuhan, sihir, dan lain sebagainya. Sejumlah film-film layar lebar tentang kerajaan Romawi seperti Alexander The Great, The Troy, Julius Cesar, dan lain-lain juga memberikan gambaran yang semacam itu. Dan pada dasarnya agama-agama tersebut termasuk agama Yahudi versi orang Farisi dan ahli Taurat, menurut Yesus, adalah sama saja. Mereka bukan pintu, bukan jalan, bukan kebenaran, dan bukan hidup (band. Yohanes 14:6). Dengan kata lain, menurut Dia, semua agama adalah sama secara esensial yaitu bahwa mereka adalah merupakan produk atau hasil pemikiran manusia sendiri, cara manusia, dan buatan manusia sendiri yang tidak dapat menganugerahkan keselamatan. Sekali lagi, Yesus berkata:”Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (menjadi muridKu).” (band. Yohanes 14: 6. Penekanan di dalam tanda kurung oleh saya).
(bersambung)
Copyright © 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/
Di artikel yang pertama dan yang kedua, saya telah menjelaskan sepuluh hal penting tentang keselamatan. Sepuluh hal tersebut adalah sebagai berikut: Yang pertama adalah bahwa keselamatan itu bukanlah hal yang mudah. Yang kedua adalah bahwa keselamatan bukan kerja, bukan pencapaian, dan bukan cara manusia tetapi cara Tuhan. Yang ketiga adalah bahwa keselamatan bukan hal yang tidak jelas atau tidak pasti. Yang ke-empat adalah bahwa keselamatan adalah iman dan kepatuhan terhadap firman dan kehendak Tuhan. Yang kelima adalah bahwa keselamatan bukanlah hal yang mustahil. Yang ke-enam yaitu bahwa keselamatan hanya didapati oleh sedikit orang. Yang ketujuh adalah bahwa di tengah jalan menuju jalan keselamatan terdapat penipu-penipu yaitu nabi-nabi palsu. Yang ke-delapan adalah bahwa orang-orang yang diselamatkan dan yang ada disekitar atau disekeliling mereka akan mengalami ujian, seleksi, atau penghakiman. Yang kesembilan adalah bahwa keselamatan hanya ada satu jalan. Yang kesepuluh adalah bahwa keselamatan adalah Cuma-Cuma.
Sekarang, apakah yang dimaksud dengan keselamatan itu? Apakah Matius 7 ayat 13 sampai 24 berbicara mengenai keselamatan? Jika ya, darimanakah kita dapat mengetahui hal tersebut?
Matius pasal 7 ayat 13 dan 14 adalah tentang keselamatan karena ia merupakan lanjutan dari Khotbah di Bukit yang terdapat di pasal 5 dari Injil Matius. Khotbah di Bukit berbicara tentang bagaimana seseorang dapat mempunyai Kerajaan Sorga, bagaimana seseorang dapat melihat Allah, dan bagaimana ia dapat disebut anak-anak Allah (band. Matius 5: 3, 8, 9, 10). Semua itu mengartikan atau merujuk kepada keselamatan yaitu tentang menjadi warga atau ahli waris KerajaanNya, menjadi anak-anakNya, dan yang akan bertemu dan bertatap muka dengan Dia di Sorga.. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Matius pasal 7 ayat 13 dan 14 adalah berbicara mengenai keselamatan.
Ditinjau dari lambang-lambang atau sejumlah kata yang digunakan, Matius 7 ayat 13 dan 14 adalah singkron dan diperjelas oleh Yohanes pasal 10 ayat 9 yang mengatakan:”Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” Di samping itu juga oleh Yohanes 14 ayat 6 yang mengatakan:”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Lambang-lambang atau sejumlah kata yang terdapat di ayat-ayat tersebut adalah pintu, jalan, kebenaran dan kehidupan. Baca dan perhatikanlah ayat-ayat tersebut sekali lagi di bawah ini:
”Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” (Yohanes 10: 9)
”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14: 6)
”Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Matius 7:13-14)
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pintu yang sesak, jalan yang sempit, kebenaran dan kehidupan adalah Yesus sendiri. Atau, dengan lebih jelas lagi, yang dimaksud dengan “masuk melalui pintu yang sesak dan jalan yang sempit” adalah sama dengan menjadi murid Yesus yang sejati. Dan, menjadi murid Yesus yang sejati adalah sama dengan selamat. Itulah sebabnya mengapa Yesus berkata sebelum Ia naik ke Sorga:”…pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” (band. Matius 28:19-20). Karena, sekali lagi, keselamatan adalah menjadi muridNya dan menjadi muridNya adalah berarti selamat.
Secara historis, kebenaran ini dapat semakin dimengerti juga. Di zaman Yesus banyak orang yang mengikut Dia. Alkitab mencatat hal tersebut berulangkali. Tetapi, tidak semua orang-orang yang mengikut Yesus pada masa itu adalah murid-muridNya. Mereka dapat kita kategorikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok yang pertama adalah keduabelas rasul. Kelompok yang kedua adalah murid-murid Yesus dan kelompok yang ketiga adalah kelompok yang tertarik atau yang ingin tahu tentang Yesus, tentang apa yang Ia katakan dan apa yang Ia lakukan (band. Yohanes 6:66-67).
Menjadi murid Yesus di zaman itu bukanlah hal yang mudah. Itu sama seperti masuk melalui pintu yang sesak dan jalan yang sempit. Apa alasan saya mengatakan demikian? Karena Yesus mengajarkan hal yang berbeda sama sekali dengan manusia. Tidak seorang pun manusia yang pernah berpikir, berbicara, dan mengajar seperti Dia. Matius 7 ayat 28 dan 29 mengatakan:”…takjublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat…” Salah satu contoh, agama-agama di zaman Yesus termasuk orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat percaya bahwa keselamatan dapat dibeli dengan tindakan, perbuatan, aktifitas relijius, ritual, dan lain sebagainya. Bagi mereka, keselamatan seperti sebuah barang yang mahal yang ingin dibeli, dan untuk itu mereka mengumpulkan uang yang sesuai atau dapat mengimbangi harga yang diminta oleh si pemilik atau si penjual barang. Tetapi, Yesus seolah berkata:”Itu salah besar.” Mengapa? Karena justu sebaliknya, kita harus sadar bahwa kita tidak sanggup atau tidak mampu untuk membeli keselamatan. Sebaliknya Dialah yang membeli kita. Semestinya kita menilai diri kita miskin di hadapan Allah. Kita memandang diri tidak layak, tidak sanggup dan tidak mampu berbuat apa pun juga untuk selamat. Sehingga dengan demikian, kita memohon belas kasihan dan kemurahan Tuhan. Bahkan lebih dari itu, kita mengemis kepada Dia dan rela patuh, tunduk, taat, dan setia kepadaNya (band. Matius 5:3; 7:21,24). Jadi, bukannya membeli keselamatan dari Tuhan melainkan dibeli dan dibayar lunas oleh Tuhan.
Bagaimana dengan agama-agama yang lain di zaman Yesus? Apakah mereka mengajarkan hal yang sama seperti Yesus? Sama sekali tidak sama, meskipun jumlah agama tersebut cukup banyak dan sangat bervariasi, tetapi tidak satu pun yang sama atau serupa dengan Yesus. Bahkan, sebagian diantaranya sangat buruk secara moral. Agama-agama besar pada zaman itu berasal dari kerajaan-kerajaan yang besar pula seperti: Mesir, Romawi, Yunani, Babilonia, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, kecuali agama Yahudi, agama-agama di zaman Yesus tidak jauh dari politheisme, pantheisme, atau mistisme. Mereka membuat patung-patung dewa-dewa, membangun atau mendirikan kuil-kuil, mempersembahkan korban, dan melakukan aktifitas agamawi yang biasanya juga disertai dengan kemabukan, pesta-pora, percabulan, pembunuhan, sihir, dan lain sebagainya. Sejumlah film-film layar lebar tentang kerajaan Romawi seperti Alexander The Great, The Troy, Julius Cesar, dan lain-lain juga memberikan gambaran yang semacam itu. Dan pada dasarnya agama-agama tersebut termasuk agama Yahudi versi orang Farisi dan ahli Taurat, menurut Yesus, adalah sama saja. Mereka bukan pintu, bukan jalan, bukan kebenaran, dan bukan hidup (band. Yohanes 14:6). Dengan kata lain, menurut Dia, semua agama adalah sama secara esensial yaitu bahwa mereka adalah merupakan produk atau hasil pemikiran manusia sendiri, cara manusia, dan buatan manusia sendiri yang tidak dapat menganugerahkan keselamatan. Sekali lagi, Yesus berkata:”Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (menjadi muridKu).” (band. Yohanes 14: 6. Penekanan di dalam tanda kurung oleh saya).
(bersambung)
Copyright © 2009 by Naek @ NEVER MISSING QUIET TIME
http://www.nevermissingqt.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar